"Kemana sih Jer, Lo ga liat gue mau pergi sendiri?"
"Pergi sendiri Lo bilang? Gue tau kalo Lo itu ga punya arah tujuan. Cepetan naik"
Aku sedikit menurunkan ego ku untuk menuruti apa kata Jery. Entah kemana dia membawaku pergi. Yang pasti dia membawaku ke tempat yang cukup jauh dari rumahku. Yang bisa aku lakukan hanyalah pasrah diatas jok motor itu.
"Turun cepetan, Â suruh Jery padaku, sambil dia menstandarkan motornya.
"Rumah siapa si Jer?" Tanyaku dengan heran.
"Rumah eyang. Lo tinggal disini aja, Lo butuh waktu untuk nenangin diri dari kerasnya ibu kota kan?"
"Tt--tapi gue ga enak lah sama eyang Lo"
"Udah gapapa, tenang aja. Eyang pasti seneng"
Jery mengajakku masuk. Kita bertiga saling berbincang. Eyang bahkan mengijinkanku untuk tinggal sementara waktu. Eyang adalah sosok penyayang, hangat, senang bercanda, dan ya Pintar!. Sepertinya pintar Sudah menjadi garis keturunan keluarga besar Jery.
Menginjak hari ketiga dirumah eyang, aku sudah merasa sangat nyaman disana. Dan tiba-tiba saja suara motor Honda CBR250RR milik Jery, terdengar. Aku yang masih duduk di bangku belakang rumah, tak beranjak sedikitpun dari tempat itu. Hingga akhirnya Jery mengalah, untuk menemuiku di halaman belakang.
"Pergi yuk! Tapi janji ya abis aku ajak kamu seneng-seneng, kita pulang ke rumah"