Sate kambing, martabak dan sebotol anggur menjadi peneman obrolan kami malam itu. Lelaki bertubuh tegap itu memperkenalkan diri bernama Dadang, seorang mantan anggota militer. Meskipun terlihat santai, namun masih menyisakan guratan-guratan didikan militer di tubuh dan suaranya yang lantang.
Dan sebuah amplop cokelat besar yang aku sodorkan ke hadapannya sejenak membuat kesunyian di air wajahnya. Sedikit senyuman tersungging di ujung bibirnya yang menghitam ketika membuka beberapa lembar kertas yang ada di dalamnya.
"Jadi benar ini orangnya?" tanyanya sambil melirikku.
Aku hanya mengangguk dalam diam.
"Lumayan juga ternyata, hmmm ... Lima ratus juta."
Aku mengangguk lagi.
"Aku rasa Mas-nya sudah tau kesepakatan pekerjaan kami."
"Tentu. Dua puluh lima persen bersih."
Dadang memfoto berkas yang di dalam amplop itu dengan ponselnya, entah mengirimkannya kepada siapa. Lalu memasukkan kembali berkas itu ke dalam amplop dan menyodorkannya kembali kepadaku.
"Bagaimana jika gagal?" tanya Dadang. "Apa perlu kami membereskannya?"
"Bagaimana?" tanyaku.