"Kalau aku setelah ini?" Pierre membuat jeda jawaban yg agak panjang, ... "Bolehkah aku menikahi adikmu, Marrion?" Jawab Pierre pada Sebastian.
David dan sebastian hanya ternganga mendengar jawaban itu, namun tak lama kemudian ketiga sahabat itu langsung berangkulan erat.
"Tentu saja, Saudaraku! Tentu saja!" Jawab sebastian mantab. Air matanya sampai menetes karena kebahagiaannya.
"Hei, hei ... Awas kain ihram kalian bisa lepas itu nanti! Awas!" Teriakan Abdullah mengingatkan ketiga sahabat itu yg masih saja berangkulan dan tertawa-tawa penuh kebahagiaan.
Dan bus mereka pun mulai melintas perlahan membelah jalan raya Jeddah menuju Makkah.
Bagian 4
Pagi baru saja menjelang di beranda Hotel Le Meridien, tepatnya pukul satu dini hari waktu Mekkah, ketika 10 bus jamaah haji Perancis mulai merapat dan menimbulkan kegaduhan panjang di depan lobby hotel tersebut. Empat belas pemuda berkulit hitam yang menjadi tenaga borongan hotel itu bergegas menyambut di tepi jalan, ikut mengatur bus maupun penumpangnya, sebelum melanjutkan untuk membongkar bagasi masing-masing bus tersebut dan mengantarkannya ke depan pintu masing-masing kamar nantinya. Hampir tiap hari di musim haji tahun ini, kegaduhan yang sama selalu terjadi di tengah malam sampai menjelang fajar di hotel ini. Le Meridien memang menjadi pilihan utama di luar ring pertama hotel-hotel sekitar Masjidil Haram, khususnya jamaah dari Eropa Barat, ataupun jamaah-jamaah dari Asia yang finansialnya lebih mapan. Biasanya memang tamu hotel ini datang dari biro-biro travel perjalanan haji dan umroh dengan kelas plus.
Beberapa pria yg mungkin menjadi ketua rombongan dari tiap-tiap bus mulai turun dan nyaris berteriak memberi aba-aba kepada anggotanya untuk bergegas berbaris sesuai rombongan masing-masing di trotoar di depan hotel itu. Satu karom yang cukup menonjol karena suaranya yang paling lantang adalah Abdullah. Rupanya mereka akan bergegas melanjutkan perjalanan ritual umroh qudum, sebagai awal dari rangkaian manasik haji mereka.
Sebagian jamaah itu mulai meliuk-liukkan badan sedikit bersenam, meregangkan otot dan persendian tulang mereka, yg rasanya mungkin kaku semua seperti habis dikurung selama berjam-jam akibat perjalanan panjang dari Paris ke Jeddah hingga ke Mekkah. Sebagian kecil lainnya terlihat kasak-kusuk di sekitar sang ketua rombongan, bertanya ini-itu yang perlu disiapkan. Sang ketua dengan telaten dan sabar memberikan penjelasan, sambil sekali-kali tangannya menunjuk-nunjuk arah untuk lebih menegaskan penjelasannya kembali. Satu orang tiba-tiba mendekat dan berdiri di sebelah sang karom, seorang pemuda afrika yang merupakan petugas pemandu haji dari hotel itu, yang kemudian mengangkat sebuah papan penunjuk nama rombongan masing-masing.
"Mulai dari sini, kita akan bersama naik bus merah di depan itu, dipandu saudara kita ini." Ujar sang ketua sambil menunjuk bus umum warna merah bertuliskan "Saptco" dan menunjuk sang petugas hotel yg akan memandu mereka.