Mohon tunggu...
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani Mohon Tunggu... -

seorang bodoh yang sedang belajar untuk terus memberi manfaat ... ciyeeeeee! Idealis banget!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sajadah Milik Pierre

17 Desember 2014   20:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:07 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sebaiknya selama di sini kita pakai sim card lokal saja untuk komunikasi di antara rombongan kita. Banyak operator lokal yang bagus dan murah di sini. Nanti kita urus setibanya di hotel di Mekkah. Sekarang jangan aktifkan dulu ponsel kalian. Berhematlah. Siapkan saja pasport masing-masing!" Saran Abdullah kepada rekan2 satu rombongannya, sambil mengemasi tas kecil tempat pasport dan gadgetnya setelah ada informasi pendaratan dari pilot pesawat Airbus mereka. Sebagai ketua rombongan yg membawahi 49 rekan lainnya, Abdullah cukup ceriwis dalam mengingatkan apa-apa yg harus dan akan dilakukan oleh rombongan mereka. Kebetulan ia sudah pernah berhaji tujuh tahun yg lalu. Dan sekarang saat ia ingin berhaji yang kedua kalinya, pemilik tour haji menunjuknya sebagai leader 49 rekannya yg lain.

Airbus milik Saudi Arabian Airlines penerbangan dari Paris baru saja mendarat di bandara King Abdul Azis International Airport (KAIA), mengantarkan sekitar 470 calon jamaah haji dari total sekitar 30.000 jamaah Perancis tahun ini, ketika adzan isya' pada hampir pukul delapan malam itu mulai berkumandang bersahutan di langit Jeddah yang cerah.

Sebenarnya pesawat tsb berangkat dari bandara Charles de Gaulle sebelum dhuhur, pada pukul 11.10 waktu Paris, dan lama penerbangannya pun hanya 6 jam kurang. Namun karena Jeddah dan Paris berselisih 2 jam, di mana waktu Jeddah lebih awal, maka akhirnya Abdullah dkk pun baru tiba di KAIA pada isya' ini. Hanya terlambat 5 menit dari yang dijadwalkan.

Pierre, salah satu anggota rombongan Abdullah yang duduk tepat di dua baris belakang dari kursi Abdullah tampak gelisah. Dia duduk di sisi gang way bersebelahan dengan dua sahabatnya, David dan Sebastian. Pierre berulang kali berusaha melongok ke jendela, yang mana hanya terlihat olehnya hamparan tanah yg gelap dengan temaram lampu landas pacu.

"Ada masalah, Pierre?" Tanya David yg duduk tepat di samping jendela tempat Pierre berulang kali melongok keluar. David menangkap kecemasan di wajah Pierre tersebut.

"Ya, bagaimana ya ... Akhirnya kita tiba di sini, dan hatiku makin kacau saja." Jawaban Pierre mengambang.

David hanya tersenyum saja karena ia paham dengan kegelisahan Pierre itu. Dia pun paham apa yg ada dalam benak dan pikiran Pierre saat ini, karena David dan Pierre sama-sama seorang muallaf. Hanya kebetulan David sudah hampir genap setahun menjadi muslim. Sedangkan Pierre baru sekitar lima bulan yang lalu mengikrarkan dua kalimat syahadatnya. Kalau Sebastian sebenarnya sudah lima tahun jadi muslimin, tapi tetek bengek urusan agama pun dia masih belum pede juga. Oleh karena itu, kecemasan ini pun wajar saja muncul setiap saat dalam benak mereka. Terlebih perjalanan haji mereka kali ini bisa dikatakan sebagai satu keajaiban saja.

Dalam kondisi keislaman dan keimanan yg belum kuat benar, dua bulan yang lalu tiba-tiba mereka bertiga disodori ajakan berhaji oleh Syaih Rozaq Boubaker, seorang ulama besar sekaligus pejabat puncak di kantor walikota Paris, saat mereka bertemu sang Syaih ketika singgah sembahyang jamaah ashar di masjid dekat kantor walikota. Jangankan untuk memiliki keberanian pergi berhaji, bahkan nyali untuk sholat sendirian saja mereka masih ragu ... Takut jika sholat mereka salah dan tak diterima Alloh, sehingga amalan mereka nihil lagi, tak jauh beda dg amalan mereka saat belum jadi muslim. Maklum saja mereka belum hapal betul gerakan dan doa bacaan dalam sholat. Sedangkan saat ini mereka sebentar lagi bakal menjejakkan kaki di bumi Nabi, tempat berhimpunnya orang-orang yg sudah bersiap diri untuk menyempurnakan iman dan ibadah-ibadah mereka. Jutaan orang-orang yang sudah ahli beribadah, bukan tiga gelintir mualaf seperti mereka.

Pernah dalam satu pengajian ada guru yg menjelaskan tentang kesempurnaan wudlu, di mana sang guru waktu itu membacakan salah satu hadits tentang akan dibakarnya kaki dengan api neraka jika tak sempurna membasuh dalam wudlunya. Hiiii ... Langsung terbayang deh kengeriannya di pikiran David, Pierre dan Sebastian.

Tangan David menggapai pundak dan punggung Pierre, berusaha menenangkan sahabat seimannya itu.

"Jangan cemas, Saudaraku! Kita sekarang menjadi tamu Allah. Maka Allah pasti tidak akan mempermalukan kita sebagai tamu-tamunya, bilamana kita bersungguh-sungguh memenuhi panggilannya. Betul kan? Ingat, ... Man Jadda wajada, ... Ingatkan?!" David mencoba menguatkan hati Pierre.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun