“Kalau begitu saya perlu beranjak ke luar dari kamar ini sekaligus menyiapkan sarapan buat kita.”
“Jangan, di sini saja. Temani saya setengah jam.”
“Anda mau saya tidur di sebelah Anda?”
Lelaki itu membuka mata. Dia terlihat kaget. “Apa itu mungkin,” tanyanya.
Chapin tersenyum dan lalu merebahkan tubuhnya di sebelah Benjamin. Dia meletakkan tangan kiri di dada. Tangan kanannya terulur ke bawah, meraih tangan kiri lelaki itu, memasukkan lima jarinya di sela-sela jemari Benjamin. Chapin memejamkan mata. Lelaki itu juga.
Lalu dia terbang. Dia merasa rambut ikal panjangnya tertiup angin deras. Cahaya mulai datang, entah dari mana. Sekelilingnya mendadak benderang. Dia mencari sumber cahaya, tak ada. Dia lalu sadar, dia berada di dalam cahaya. Jana ni leo; na leo ni kesho. Lalu sunyi. Dia bahkan tak mendengar detak jantungnya sendiri.
***
“Ini kopinya, Yai.”
“Gulane cuma sa’ sendok, ora?”
“Nggih. Cuma sa’ sendok.”
“Trus pangananku opo?”