Mohon tunggu...
MUHAMMAD ZAKY ASRORI
MUHAMMAD ZAKY ASRORI Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

manners maketh man

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Review Skripsi

24 Mei 2024   00:15 Diperbarui: 24 Mei 2024   00:18 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Informasi skripsi

Judul : PANDANGAN TOKOH AGAMA DAN TOKOH MASYARAKAT TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN NGALOR-NGULON BAGI LAKI-LAKI (Studi Kasus di Desa Sumberejo Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri)

Penulis : PANGESTI AJI WASITO

Instansi : Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Tahun : 2020

PENDAHULUAN

Menikah adalah satu-satunya cara untuk resmi dan sah memiliki pasangan hidup. Keabsahan pernikahan tergantung pada proses sesuai dengan hukum agama atau kepercayaan masing-masing. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan abadi sesuai dengan ajaran Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Islam, pernikahan dianggap sebagai ibadah mulia, di mana Al-Quran menyebutnya sebagai Miaqan ghilizan atau perjanjian yang kuat. Oleh karena itu, pernikahan harus dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, agar tercipta rumah tangga yang harmonis, penuh kasih, dan saling mendukung. Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan kehidupan rumah tangga yang penuh kedamaian, kasih sayang, dan rahmat. Pernikahan merupakan kebutuhan alami manusia yang mencerminkan ketertarikan alami antara lawan jenis.

Islam mewajibkan pernikahan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai bentuk ibadah dan untuk membentuk hubungan kasih sayang serta menjaga kelangsungan hidup manusia. Allah telah mensyariatkan pernikahan sebagai landasan yang kuat bagi kehidupan manusia, dengan tujuan mencapai kebahagiaan dan menjauhkan dari ketidakadilan serta penyimpangan. Syariat Islam dan hukum-hukumnya telah diberikan agar manusia dapat melaksanakannya dengan baik.

Dalam konteks kebiasaan dan perilaku individu, adat merujuk pada kebiasaan individu, sedangkan kebiasaan umum disebut sebagai urf atau tradisi. Tradisi merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang telah turun-temurun, mencakup adat dan budaya setempat. Dari praktik-praktik adat dan tradisi, terbentuklah budaya dan masyarakat yang berkebudayaan, termasuk dalam konteks Islam yang mencakup spiritualitas dan hubungan dengan Tuhan, serta pandangan baru terhadap alam dan hakikat penciptaan.

Indonesia kaya dengan berbagai kebudayaan, dan setiap daerah memiliki tradisi pernikahan yang unik. Selain sebagai ritual sakral, pernikahan diharapkan dilakukan dengan cinta, kebahagiaan, dan aturan yang sesuai untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Namun, dalam realitasnya, tradisi dan ritual dapat mempengaruhi karakter dan kepribadian seseorang, bahkan ada yang menganggapnya sebagai bagian integral dari agama itu sendiri.

Tradisi pernikahan Ngalor-Ngulon di Desa Sumberejo, Jatisrono, Wonogiri, Jawa Tengah, adalah contoh kuat bagaimana tradisi lokal dapat mempengaruhi keputusan pernikahan. Meskipun tidak ada dasar syariat Islam yang secara khusus melarangnya, tetapi dalam konteks masyarakat setempat, larangan tersebut dianggap sebagai pengingat atau peringatan untuk memilih calon pasangan hidup dengan bijaksana, demi kebaikan dan kelangsungan hidup keluarga.

Kisah-kisah di Desa Sumberejo menunjukkan bagaimana kepercayaan terhadap tradisi Ngalor-Ngulon dapat memengaruhi keputusan pernikahan. Meskipun ada yang menganggapnya sebagai mitos, bagi sebagian masyarakat, larangan tersebut dianggap serius karena keterkaitannya dengan kejadian-kejadian yang dianggap sebagai musibah. Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya dan tradisi dalam pembentukan keputusan individu dalam masyarakat.

ALASAN MENGAPA MEMILIH JUDUL SKRIPSI

Alasan mengapa memilih judul skripsi ini yaitu, judul ini menarik perhatian saya karena terdapat dua hukum yang mengatur tentang perkawinan khusunya bagi suku jawa yang beragama islam, banyak nya fenomena batal nikah akibat tidak sesuai itungan jawa atau ramalan jawa menjadi problemetika yang menghantui sebelum pernikahan terjadi. Hal ini lah yang menarik bagi saya untuk mengetahui tentang apa saja hal hal yang di bahas pada skripsi ini.

PEMBAHASAN 

Perkawinan Dalam Hukum Islam

1. Pengertian Perkawinan Dalam Hukum Islam

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahawa "perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" Sedangkan menurut agama islam Perkawinan merupakan ibadah yang mulia, Al-Quran menyebutnya sebagai Misqan galizan atau perjanjian yang kuat. Karena itulah perkawinan dilaksanakan dengan sempurna dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya agar tercapai rumah tangga yang tenang, penuh cinta dan kasih sayang

Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawwaddah, dan rahmah Islam mensyariatkan perkawinan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai ibadah dan untuk memadu kasih sayang serta untuk memelihara kelangsungan hidup manusia, Maka Allah mensyariatkan perkawinan dan dijadikan dasar yang kust bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah SWT. Untuk mencapai kehidupa yang bahagia dan menjauh dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik"

Perkawinan juga disebut pernikahan yang berasal dari bahasa Arab yaitu nakaha yang pempunyai arti mengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi), Nikah menurut arti asli adalah hubungan seksual, tetapi menurut arti majazi atau arti hukum adalah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita.

Dalam Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata "kawin". yang menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Istilah kawin digunakan secara umum untuk tumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan definisi perkawinan sendiri para ulama' mempunyai berbagai macam pendapat diantaranya: Menurut Ulama Hanafiyah, nikah itu mengandung arti secara bakik untuk hubungan kelamin, bila berarti untuk lainya seperti untuk arti akad dalam maja

Menurut Ulama Hanabilah, nikah itu adalah akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin drogan menggunakan Lafaz na-ka-ha atau za-wa-ja (hakiki) dapatnya juga untuk hubungan kelamin, namun dalam arti yang tidak sebenarnya (arti majazi

Menurut Ulama Syafi'iyah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan mengunakan lafal nikah atau zawj yang menyimpan arti memiliki yang artinya dengan pernikahan seseorang dapat memiliki atau mendapat kesenangan dari pasangan."

Menurut Ulama Malikiyah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang mengandung arti mut'ah untuk mencapai kepuasan, dengan tidak mewajibkannya adanya harga."

2. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan diatur dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah

Adapun juan dari perkawinan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis. sejahtera dan bahagia. Sedangkan menurut Imam al Ghozali yang dikutip oleh Abdul Rohman Ghozali, tujuan perkawinan adalah

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

b. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih sayang.

c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan

d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban dan untuk memperoleh harta kekeyaan yang halal.

e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.

3. Rukun dan Syarat Perkawinan

Suatu akad pernikahan menurut hukum Islam ada yang sah dan ada yang batal. Akad pernikahan dikatakan sah apabila akad tersebut dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-rukan yang lengkap sesuai dengan ketentuan agama. Mengenai jumlah rukun nikah, tidak ada kesepakatan fuqaha. Karena sebagian mereka memasukkan suatu unsur menjadi hukum nikah, sedangkan yang lain menggolongkan unsur tersebut menjadi syarat sahnya nikah,"

Dalam Kompilasi Hukum Islans, tentang rukun perkawinan dalam Pasal 14 yaitu untuk melaksanakan perkawinan harus ada

1. Calon suami,

2. Calon isteri,

3. Wali Nikah;

4. Dua orang saksi dan;

5. Ijab dan Kabul

Syarat-syarat perkawinan berkaitan dengan rukun-rukun perkawinan yang telah dikemukakan diatas. Jika dalam rukun perkawinan harus ada wali, orang yang menjadi wali harus memenuhi syarat-syarat yeng telah ditentukan oleh Al-Qur'an, Al-Hadist, dan Undang-Undang yang berlaku. Adapun syarat sah dalam pemikahan sebagai berikut:

1. Calon Suami

Seorang calon suami yang akan menikah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Bukan mahram dari calon istri

b. Tidak terpaksa (atas kemauan sendiri)

C.Jelas orangnya (bukan hanci)

d. Tidak seshang ihram haji

2. Calon Istri

Bagi calon istri yang akan menikah juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Tidak bersuami

b. Bukan mahram

c. Tidak dalam masa iddah

d. Merdeka (atas kemauan sendiri)

c. Jelas orangnya

f. Tidak sedang ihram haji

3. Wali Nikah

Untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Laki-laki

b. Dewasa

c. Waras akalnya

d. Tidak dipaksa

e. Adil

f. Tidak sedang ihram haji

4. Ijab Qabul

Ijab adalah sesuatu yang diucapkan oleh wali, sedangkan kabul ialah sesuatu yang diucapkan oleh mempelar peia atan wakilnys disaksikan oleh dua orang saki

5 Mahar

Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik dalam bentuk barang atau jana yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Fugaha sependapat bahwa maskawin itu termasuk syarat sahnya nikah dan tidak boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya.

Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa ayat 3

4. Larangan Perkawinan dalam Islam

Larangan perkawinan atan mahram yang berarti terlarang, "sesuatu yang terlarang" maksudnya yaitu perempuan yang terlarang untuk dikawini. Larangan perkawinan yaitu perintah atan aturan yang melarang suatu perkawinan. Menanat syara larangan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita dibagi menjadi dua, yaitu halangan ahadi (al-tabrim al- muabbadi dan halangan sementara (ol tahrim al-mua qqat)

a. Halangan Abadi (Al-Tahrm Al-Muabbad)

Larangan ini yang berlaku haram untuk selamanya dalans anti sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan perempuan itu tidak boleh melakukan pericawinan

1) Larangan Perkawinan Schab Hubungan Nasab Perempuan yang haram dinikahi sebab hubsungan masuah adalah sebagai berikut

a) Ibu-ibu, termasuk ibu, ibu dari ibu (nenek dari ibu), ibu dari ayah (nenek dari ayahjdan seterusnya keatas

b) Anak perempuan kandung, termasuk, cucu terus kebawah

c) Saudara-saudara perempuan, termasuk sekandung seayahdan seibu di Saudara-sandara ayah yang perempuan (bihi dari ayah). termasuk juga saudara perempuan dari kakek.

e) Samdara-sandara ibu yang perempuan, termasuk saudara nenek perempuan.

f) Anak-anak perempuan dari saudara-saudara laki-laki (keponakan dari saudara laki-laki),baik sekandung maupun seibu

g) Anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan (keponakan dari saudara perempuan), baik yang sekandung, seayah maupun seibu

Seorang perempuan tidak boleh kawin untuk selama lamanya karena hobongan kekerahatan dengan laki-laki tersebut di bawah ini

a) Ayah, ayahnya ayah dan ayahnya ibu dan seteranya ku alas.

b) Anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki atau anak laki-laki dari anak perempuan, dan seterusnya menurut garis ke bawah.

c) Saudara laki-laki, baik saudara laki-laki sekandung. scayah, atau seibu.

d) Saudara laki-laki ayah, baik hubungannya kepada ayah secara kandung, scayah atau seibu. Termasuk juga saudara laki-laki kakek, baik kandung, seayah atau seibu, dan seterusnya dalam garis lurus ke atas.

e) Saudara laki-laki ibu, baik hubungannya kepada ibu secara kandung, seayah atau seibu. Termasuk juga saudara laki-laki nenek kandung, seayah atau seibu, dan seterusnya dalam garis lurus ke atas.

f) Anak laki-laki dari saudara laki-laki, baik sekandung, seayah atau seibu. Cucu laki-laki dari saudara laki-laki, baik sekandung, seayah atau seibu, dan seterusnya dalam garis lurus ke bawah.Anak laki-laki dari sudara perempuan, baik sekampung seayah atau seibu. Cucu laki-laki dari saudara perempuan, baik sekandung, sesyah atau seibu, dan seterusnya dalam garis lurus ke bawah.

2) Larangan Perkawinan Sebab Hubungan Sesusuan Perkawinan terlarang karena adanya hubungan susuan, yaitu hubungan yang terjadi karena seorang anak kecil menyusu kepada ibu selain ibu kandungnya sendiri. Hal itu dikarenakan air susu yang dia minum akan menjadi darah daging dan membentuk tulang-tulang anak. Penyusuan itu dapat menumbuhkan perasaan keanakan dan keibuan antara kedua belah pihak. Maka dari itu posisi ibu susuan dibukumi sebagai ibu sendiri.

Wanita-wanita yang diharamkan dinikahi karena adanya hubungan sesusuan adalah:

a) Ibu Susuan, yaitu ibu yang pernah menyusui, maksudnya seorang wanita yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu, sehingga haram melakukan perkawinan

b) Nenek susuan, yaitu ibu dari yang pernah menyusui atau ibu dari suami yang menyusui itu, suami dari ibu yang menyusui itu di pandang seperti ayah bagi anak susuan sehingga harum melakukan perkawinan.

c) Bibi suman, yakni saudara perempuan ibu susuan atau saudara perempuan suami ibu susuan dan seterusnya ke atas

d) Kemenakan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari saudara ibu susuan.

e) Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah kandung maupun seibu saja.

Di dalam KHI dijelaskan pada pasal 39 ayat 3. yaitu: Karena pertalian sesusuan

a) Dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas,

b) Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah:

c) Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan keponakan sesusuan ke bawah;

d) Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;

e) Dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.

3) Larangan Perkawinan disebabkan adanya pertalin kerabat semeda

Sermonda yang dalam istilah fiqih disebut hubungan mushaharah Perempuan-perempuan yang tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki untuk selamanya karena adanya pertalian kerabat semenda sebagai berikut:

a) Perempuan yang telah dinikahi oleh ayah atau ibu tiri

b) Perempuan yang telah dinikahi oleh anak laki-laki atau disebut menantu

c) Ibu istri disebut mertua

d) Anak dari istri dengan ketentuan istri itu telah digauli. Di dalam KHI di jelaskan pada pasal 39 ayat 2, yaitu Karena pertalian kerabat semenda

a) Dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya;

b) Dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya;

c) Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan.

d) Dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul:

e) Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.

B. HUKUM ADAT

1. Istilah dan Pengertian Adat

Istilah adat berasal dari Bahasa Arah, yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia bermakna "kebiasaan". Adat atau kebiasaan adalah tingkah laku seseorang yang terus menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama. Unsur-unsurnya adalah:

a. Adanya tingkah laku seseorang.

b. Di lakukan terus menerus.

c. Adanya dimensi waktu.

d. Di ikuti oleh orang lain.

Adat istiadat menunjukkan bentuk, sikap, tindakan perubahan manusia pada masyarakat hukum adat untuk mempertahankan adat istiadat yang berlaku di lingkungan wilayahnya. Adat istiadat terkadang dipertahankan karena kesadaran masyarakatnya, tetapi tidak Jarang pula adat istiadat dipertahankan dengan sangsi hukum sehingga menjadi hukum adat

2. Pengertian Hukum Adat

Hukum Adat secara umum adalah keseluruhan antara Tingkah laku yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat yang merupakan adat dan sekaligus mempunyai atau memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya dan ada upaya memaksa

Menurut MR. Soepomo hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dalam peraturan-peraturan legislatif (Non Statutory Lars) meliputi peraturan hidup meskipun tidak dikitabkan/dikodifikasikan oleh yang berwajib toh dihormati dan didukung oleh rakyat berdasar atas keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Dengan penjabaran batasan makna Hukum Adat yang demikian kelihatan Soepomo lebih cenderung menggunakan kekuatan hukum sebagai dasar perbedan antara adat dan Hukum Adat.

3. Perkawinan Menurut Hukum Adat

a. Pengertian perkawinan adat

Perkawinan adat adalah ikatan hidup bersama antara seorang pria dan wanita, yang bersifat komunal dengan tujuan mendapatkan generasi penerus agar supaya kehidupan persekutuan atau clannya tidak punah, yang didahului dengan rangkaian upacara adat. Van Gennep menamakan semua upacara perkawinan sebagai upacara peralihan yang melambangkan peralihan status dari masing masing mempelai yang tadinya hidup sendiri sendiri berpisah setelah melampaui upacar yang disyaratkan menjadi hidup bersatu sebagai suami istri, merupakan somah sendiri, suatu keluarga baru yang berdiri serta mereka hinu sendiri.

Dalam hukum adat, perkawinan bukan merupakan urusan pribadi dari orang yang melakukan perkawinan, tetapi juga menjadi urusan keluarga, suku, masyarakat, dan kasta, Perkawinan berarti pemisahan dari orang tuanya dan untuk seterusnya melanjutkan garis hidup orang tuanya.

b. Asas-Asas Dalam Hukum Perkawinan Adat

Dalam masyarakat hukum adat, hukum perkawinan adat mempunyai asas-asas yang menjadi parameter masyarakat yang masing-masing daerah mempunyai aturan sendiri dan berbeda- beda sesuai kebiasaan setempat. Asasasas perkawinan dalam hukum adat, yaitu:

1) Asas Keadatan dan kekerabatan

2) asas kesukarelaan

3) asas partisipasi kerabat dan masyarakat adat.

4) asas poligami

5) asas selektivitas

C. Perkawinan Ngalor-Ngulon

Secara epistimologi asal-mol ada jawa ini tidak dapat diperkirakan kapan dan siapa pencetusnya, tetapi masyarakat jawa mempercayainya dun menjadikan ini sebagai tradisi yang tidak bisa dipungkiri tentang kebenarannya. Pulau jawa adalah daerah yang masih banyak menganut hukum adat, khususnya dalam hal pernikahan. Dalam melakukan pernikahan banyak sekali aturan-aturan yang harus dipatuhi salah satunya dalah larangan perkawinan ngalor-ngulon, Berdasarkan sejarah, larangan yang dilahirkan dari mulut ke mulut itu adalah realitas yang diciptakan oleh leluhur kita dengan harapan tradisi laragan pernikahan ini dapat bertahan dengan segala rahasia dalam nilai sejarah didalamnya. Dusar yang digunakan masyarakat dalam melakukan perhitungan ngolor-ngulon dalam menentukan calaon pengantin adalah menurut keyakinan pendahulu atau sesepuh yang terus dilestarikan dan dilakukan secara turun temurun kepada generasi seterusnya, dan merujuk pada kebiasaan yang terjadi di masyarakat."

Larangan pernikahan ngalor-ngulon termasuk peraturan yang tak tertulis, karena peraturan ini sebatas hasil penelitian nenek moyang terdahulu yang dipercaya oleh generasi seterusnya sebagai peraturan adat dan harus dilestarikan secara turun temurun. Sejatinya larangan ngolor- ngulon bukanlah sebuah larangan yang mempunyai ranah larangan mutlak, hanyalah sebuah anjuran untuk penghati-hatian, jadi bila tidak melakukannya juga tidak apa-apa, tapi lebih baik melakukan. Larangan pernikahan ngalor-ngulon termasuk peraturan adat yang tidak bisa dirubah ketentuannya, tetapi sebagian masyarakat tetap ada yang merubatinya sesuai dengan hasil musyawarah kedua belah pihak.

Larangan pernikahan ngalar-ngolon sendiri adalah sebuah penentuan calon pengantin wanita yang dilihat dari posisi rumah calon mempelai wanita, yang mana letak lokasinya di sebelah barat laut dari calon mempelai laki-laki. Dengan demikian ketika posisi rumah mempelai wanita terletak di ngalor-ngulon, maka calon mempelai laki-lakinya dilarang menikahi wanita tersebut dan begitupun sebaliknya. Mayoritas masyarakat desa sini percaya dengan adat tersebut bahkan jarang sekali masyarakat menentangnya, karena larangan ini telah dilakukan sejak dulu dan tetap dilakukan hingga sekarang."

Sepasang pengantin yang menentang aturan tersebut, dipercaya akan mendapat akibatnya, yaitu mempelai laki-lakinya meninggal tanpa sebab, ataupun sebaliknya mempelai perempuan yang meninggal dan tidak jarang juga orang tua dari salah satu pihak yang meninggal. Selain itu juga sering terjadi kegagalan dalam berumah tangga, sering bertengkar, ekonomi tersendat sampai terjadi perceraian. hal tersebut semakin membuat masyarakat akan berpikir dua kali bila ingin melanggar peraturan tersebut, karena kejadian tersebut tidak hanya terjadi satu kali saja, sudah beberapakali sejak dulu pun sudah pernah terjadi, bahkan ada yang sudah ingin melakukan pernikahan lagi di batalkan karena ternyata posisi rumah mempelai wanitanya berada di ngalor-agalon, masyarakat jawa itu sangat hati-hati dalam mencari keputusan, tentang memutuskan perkara untuk diri sendiri aja diperhitungkan dengan hati-hati, apalagi soal pernikahan, yang mana menentukan hubungan dua orang sekaligus dua keluarga pasti lebih hati-hati lagi.

APA RENCANA SKRIPSI YANG AKAN DI TULIS DAN ARGUMENTASINYA 

Setelah membaca dan memahami skripsi yang di review di atas, membuka sedikin pandagan saya tentang larangan adat tentang perkawinan ngalor ngulon. Skripsi tersebut memberikan saya sebuah ide untuk meneliti tentang larangan larangan pernikahan yang di atur dalam hukum adat. Maka dari pemaparan di atas saya akan mengambil judul skripsi tentang "larangan pernikahan jilu atau anak pertama dengan anak ke tiga prespektif tokoh agama dan tokoh desa setempat" tentu nya studi kasus di desa saya sendiri. Penelitian ini akan meneliti tentang apa maksud dari larangan tersebut, asal usul larangan tersebut, apa yang akan terjadi jika larangan itu di langgar,apa solusi nya jika ingin memaksakan untuk nikah secara "jilu", dan tentu nya masih banyak lagi hal dapat di teliti dari fenomana tersebut. Dan penelitian ini juga mendiskripsikan apakah larangan tersebut masih relevan untuk saat ini di zaman yang sudah moderen.

Nama : Muhammad Zaky Asrori

NIM : 222121069

Kelas : HKI 4B

UIN RADEN MAS SAID

#hukumperdataislamdiindonesia

#uinsurakarta2024

#prodiHKI

#muhammadjulijanto

#fasyauinsaidsurakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun