Pemilihan umum tahun 1999 menjadi pemilihan umum terakhir yang mengadopsi sistem proporsional tertutup. Pemilu tahun ini dilaksanakan secara serentak pada 7 Juni 1999. Pemilihan umum tahun 1999 ini merupakan pemilu pertama kali yang diselenggarakan pasca tumbangnya Orde Baru dan yang terakhir kalinya diikuti Provinsi Timor Timur yang nantinya merdeka pada tanggal 20 Mei 2002 (Hari Restorasi Kemerdekaan) menjadi negara Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL).Â
Sistem proporsional tertutup di pemilu 1999 ini cenderung cukup demokratis karena diikuti oleh 48 partai politik, yang mencakup hampir semua spektrum arah politik (minus komunisme yang sudah dilarang di Indonesia). Penentuan kursi dilaksanakan secara proporsional berdasarkan persentase suara nasional.Â
Pada pemilu 1999 ini ada beberapa tambahan asas pemilu yakni asas jujur dan adil. Dan pada pemilu 1999 inilah terbentuk Komisi Pemilihan Umum atau KPU yang kita kenal sekarang sebagai salah satu penyelenggara pemilu. Saat itu KPU dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 16 Tahun 1999.
3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA
Sistem proporsional terbuka bukanlah sistem yang benar-benar sudah mapan dan solid. Walaupun sistem proporsional terbuka kini sudah diadopsi secara konsisten dari beberapa pemilu terakhir kita, tapi tetap saja sistem proporsional ini tidak lepas dari plus atau minusnya, pro dan kontranya, atau kelebihan dan kekurangannya. Sistem ini masih banyak mendapat sorotan dan kritik dari para banyak ahli.
3.1 Kelebihan
1. Dalam sistem ini, rakyat secara direct atau langsung memilih calon yang diusulkan oleh partai politik. Sistem ini meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat terhadap konstituennya. Secara konkret, wakil rakyat di suatu daerah pemilihan akan diketahui jelas oleh rakyat di daerah tersebut. Rakyat mengetahui siapa yang mewakili mereka dan siapa yang bertanggungjawab untuk menyuarakan suara mereka di parlemen.
2. Mempunyai derajat keterwakilan yang tinggi serta memiliki tingkat keadilan yang tinggi untuk caleg peserta pemilu.
3. Membuat masyarakat dapat melihat serta menyeleksi secara cermat caleg-caleg yang tampil untuk dipilih oleh masyarakat sehingga dampaknya masyarakat dapat lebih selektif dan rasional di dalam memilih caleg yang didukung. Dapat pula meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya terkait direct punishment.
4. Mengurangi nepotisme
5. Menghindari caleg-caleg yang tidak punya andil atau sumbangsih di dapil untuk maju.