Mohon tunggu...
Muhammad Sevaja Ansas
Muhammad Sevaja Ansas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

facta sunt potentiora verbis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perdebatan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka vs Proporsional Tertutup, Kajian Konstitusional, dan Implikasinya Terhadap Demokrasi

9 Juni 2024   12:19 Diperbarui: 9 Juni 2024   12:19 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-LATAR BELAKANG

Pemilu adalah salah satu indikator untuk melihat apakah ada kehidupan demokrasi di sebuah negara. Pemilu menjadi hal yang sangat penting karena menjadi sarana kedaulatan rakyat sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 

Dalam catatan historis negara kita sudah pernah merasakan sistem pemilu proporsional tertutup dan proporsional terbuka dengan rezim dan kondisi masyarakat yang berbeda. Proporsional tertutup pernah dilaksanakan pada pemilu 1955 (Orde Lama), pemilu masa Orde Baru mulai dari 1971 hingga 1997 dan pasca reformasi yakni pada pemilu 1999. 

Pada pemilu 2004 proporsional tertutup berubah menjadi penerapan sistem proporsional terbuka yang relatif tertutup (relatively closed open list system) berdasarkan UU No. 12 Tahun 2003, yang pada selanjutnya berdasarkan Putusan Perkara No. 22--24/PUU-VI/2008 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang berdasarkan amar putusan tersebut diarahkan pada proporsional terbuka yang lebih sejalan dengan aturan konstitusi. 

Alhasil berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut yang bersifat final dan mengikat, praktis sistem pemilu kita khususnya legislatif menjadi proporsional terbuka mulai dari pemilu 2009 hingga pemilu terakhir, yakni 2019.

Pada tahun 2022 yang lalu, wacana terkait kembalinya sistem pemilu proporsional tertutup muncul ke permukaan dan menimbulkan polemik. 

Hal ini berawal atas hadirnya Perkara No. 114/PUU-XX/2022 Perihal Pengujian Materiil Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terhadap UUD NRI Tahun 1945. Judicial Review tersebut diajukan oleh enam pemohon yang di mana salah satunya merupakan kader PDI-P. 

Pemohon-pemohon tersebut membawa argumentasi-argumentasi seperti rumitnya sistem proporsional terbuka, mahar politik yang sangat besar, dan kemunduran demokrasi karena kapitalisasi politik, oligarki, dan liberalisasi persaingan politik. Polemik ini merembet hingga ke parlemen, sebanyak 8 fraksi dari total 9 fraksi di parlemen, kompak menyatakan sikap untuk menolak sistem proporsional tertutup kembali diadopsi pada pemilu 2024, hanya PDI-P saja yang mendukung kembalinya sistem proporsional tertutup, dan belakangan PBB pun senada dengan sikap PDI-P yang menyatakan bahwa Yusril Ihza Mahendra (Ketua Umum PBB) bersedia untuk menjadi pihak terkait dalam sidang perkara tersebut. Polemik tersebut juga tidak luput dari pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari pada sambutan acara Catatan Akhir Tahun KPU 2022, Desember lalu. Pernyataan tersebut condong pada preferensi individu yang jauh dari kesan independen dan menabrak amanat KPU yang seharusnya fokus untuk menjalankan mandat UU yang sudah ada.

Sidang perkara No. 114/PUU-XX/2022, saat itu sudah cukup banyak digelar, berbagai pihak sudah ikut hadir untuk memberikan keterangan dan argumen pro dan kontranya masing-masing, namun amar putusan masih saja belum diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. 

Hal tersebut menimbulkan asumsi-asumsi liar dan spekulatif karena muncul di tengah tahapan pemilu yang sudah dimulai, begitu juga dengan pertanyaan apakah nanti akan ada hal krusial saat injury time, kemungkinan-kemungkinan buruk dan hal-hal tidak terduga dari nasib dan eksistensi demokrasi negara kita.

 Dan masing-masing varian sistem proporsional tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan sehingga selalu menimbulkan perdebatan dan diskursus terkait mana yang lebih efektif, efisien, dan kompatibel dengan perkembangan zaman dan situasi masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun