2.Syarat poligami adalah sebagai berikut:
*Mengetahui dan meyakini atau menduga keras bahwa dia dapat bertindak adil. Pendapat menarik yang diajukan adalah bahwa adil adalah rukun poligami, bukanlah syarat poligami.
Jika yang dimaksud dengan "syarat" adalah adil terhadap istri-istrinya setelah berpoligami, maka hal tersebut seharusnya disebut sebagai "rukun" berpoligami, seperti yang dikenal dalam istilah fiqih. Jika adil dianggap sebagai rukun berpoligami, maka jika suami tidak bertindak adil, maka pernikahan poligami tersebut batal.
Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa seorang pria harus yakin bahwa dia mampu bertindak adil ketika ingin memiliki lebih dari satu istri. Jika dia yakin bahwa dia bisa bertindak adil terhadap istri-istrinya, maka dia dapat melakukan poligami. Namun, jika dia yakin bahwa dia tidak akan bisa bertindak adil terhadap istri-istrinya, maka sebaiknya dia tidak melakukan poligami, karena khawatir akan terjadi ketidakadilan.
* Mampu dalam hal ekonomi
Dalam konteks keuangan dan tanggungan keluarga, tidak dapat disangkal bahwa istri merupakan tanggungan suami dalam memberikan nafkah, baik secara materiil maupun emosional. Jumlah istri yang bertambah akan meningkatkan tanggungan ini.
Untuk memastikan bahwa kebutuhan hidup istri dan anak-anak tercukupi, suami harus dapat menunjukkan bukti penghasilan melalui surat keterangan dari tempat kerja, surat keterangan pajak penghasilan, atau dokumen lain yang dapat diterima oleh Pengadilan. Selain itu, diperlukan izin dari Pengadilan Agama, meskipun tidak selalu memerlukan izin dari istri.
* Mendapatkan persetujuan dari Pengadilan Agama
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi, meskipun tidak mendapat persetujuan dari istri. Penting untuk dicatat bahwa Pengadilan Agama adalah lembaga yang memiliki wewenang dalam penyelesaian masalah perdata bagi umat Islam, seperti perkawinan, harta warisan, dan wakaf.
3.Alasan untuk berpoligami
 dapat dibagi menjadi beberapa situasi, antara lain: