Sabrina mengulurkan tangan, merasakan kehangatan yang mulai mengalir.
Dengan keberanian, Sabrina berteriak, "Dengarkan aku! Dalam nama keluarga ini, aku memanggilmu untuk pergi! Bebaskan dirimu dari segala kesakitan!"
Lilin kembali menyala terang, dan suara jeritan yang penuh rasa sakit bergema, mengisi ruangan dengan ketakutan. Sabrina merasakan jiwanya bergetar, dan dia tahu bahwa dia berada di ambang sesuatu yang besar. Dengan semua tenaga yang dimilikinya, dia meneriakkan doa terakhirnya, mengekspresikan semua cinta dan harapan untuk buyutnya.
"Berhenti berlari! Temukan kedamaian! Ini saatnya untuk pulang!"
Saat kata-katanya mengalir, sosok wanita itu mulai meluruh ke dalam cahaya yang menyilaukan. Jeritan itu bertransformasi menjadi suara lembut, dan seketika, ruangan dipenuhi cahaya putih yang menyilaukan. Sabrina merasakan angin hangat menyelimuti tubuhnya, dan semua rasa takut mulai menghilang.
Setelah sekejap, cahaya itu menghilang, meninggalkan Sabrina terengah-engah dalam keheningan. Ruangan itu terasa lebih ringan, seolah beban berat yang selama ini mengintainya telah terangkat. Sabrina duduk di lantai, air mata mengalir di pipinya, tetapi kali ini, air mata itu adalah air mata haru.
Dia tahu bahwa dia telah melakukan sesuatu yang besar. Sabrina merasakan bahwa buyutnya kini telah bebas, dan sosok wanita itu tidak akan lagi menghantuinya. Dengan semangat baru, Sabrina bertekad untuk melanjutkan hidupnya dan menjaga ingatan tentang buyutnya, menyimpan kisah dan warisan keluarga dengan penuh cinta.
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H