"Bebaskan aku..." suara itu kembali menggema di telinganya, membuat Sabrina merinding.
Tetapi kali ini, dia tidak mundur. Dia melanjutkan doanya, menegaskan niatnya untuk membantu buyutnya.
Sekelebat angin kencang tiba-tiba menerpa ruangan, memadamkan sebagian lilin. Sabrina berusaha untuk tetap fokus, meskipun ketakutan mulai merayap ke dalam dirinya. Dia tahu dia harus bertahan. Dengan suara yang semakin keras, dia melanjutkan doanya.
"Aku memanggilmu, jiwa yang terperangkap! Datanglah dan dengarkan! Saatnya untuk pergi!" Sabrina berteriak, mengalirkan semua emosinya ke dalam kata-kata itu.
Lilin berkedip-kedip seolah merespons panggilan jiwanya.
Dalam sekejap, sosok wanita berpakaian putih muncul di hadapannya, wajahnya lebih jelas dan penuh rasa harap. "Aku tidak bisa pergi...," dia berbisik, suaranya penuh kesedihan.
Sabrina merasa hati nuSabrinanya tergerak. Dia bisa melihat betapa menderitanya wanita itu, dan itu membuatnya semakin bertekad untuk membebaskannya.
"Lepaskan semua bebanmu!" Sabrina berteriak, "Biarkan jiwa ini bebas! Kamu tidak sendirian!"
Dengan kata-kata itu, dia merasakan getaran kuat di udara, seolah-olah energi di sekelilingnya bergolak. Angin kencang berputar di dalam ruangan, menerbangkan lilin-lilin dan menciptakan suasana mencekam. Sabrina berusaha untuk tidak panik, tetap fokus pada tujuannya. Dia menyebarkan garam lebih banyak di sekelilingnya, menciptakan perisai untuk melindungi dirinya.
"Dengarkan panggilanku!" Sabrina melanjutkan, suaranya semakin tegas. "Inilah saatnya untuk meraih kebebasanmu! Datanglah padaku, dan temukan kedamaian!"
Tiba-tiba, wanita itu melangkah maju, dan Sabrina merasakan hawa dingin yang menusuk tulang. "Bantu aku...," wanita itu berulang kali mengucapkan kata-kata itu, mengisi ruangan dengan kehampaan.