Laki-laki itu memberi salam, menyapa satu demi satu, dan menjabat tangan mas Anan, mas Bram, juga Rudi, lalu berhenti tepat di sebelah Lintang
"Apa kabar honey."
Panggilan itu tak berubah, membuat Lintang mendadak pucat pasi, menunduk semakin dalam. Jangankan membalas sapaannya menoleh pun ia tak sanggup.
Lintang seperti membeku, mendadak napasnya sesak, menyembunyikan  gemuruh hatinya agar tak terdengar keluar.
"Aku baik" Suara Lintang terdengar seperti tercekik, gugup.
Laki-laki itu tersenyum, tak lama kemudian nampak dua pemuda gagah bergabung dengan mereka, Lintang mengenal keduanya dengan baik, bahkan pernah akrab pada waktu itu. Roy dan Rey, tersenyum melambai padanya.
"Kenalkan ini kedua anakku, Roy dan Rey, mereka berdua kembar." kata laki-laki itu.
'Kenapa cuma Roy dan Rey? Lalu di mana istrinya?' Lintang membatin, tapi seandainya istrinya hadir juga justru Lintang sangat tidak ingin bertemu. Sebersit cemburu menyusup tiba-tiba.
Lalu, semua yang hadir saling bersalaman, dan bergantian menyebutkan nama. Lalu mereka mengelilingi meja makan dan mulai menyantap hidangan yang disediakan.
Lintang beberapa kali mencuri pandang ke arah laki-laki itu, tapi setiap kali laki-laki itu balas mencuri pandang, Lintang cepat menunduk dengan pipi bersemu merah.
Setelah makan, laki-laki itu meminta pramusaji membereskan meja dan memesan menu penutup.