Mohon tunggu...
Tari Abdullah
Tari Abdullah Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama lengkap Mudjilestari tapi lebih sering disapa dengan Tari Abdullah profesi sebagai penulis, conten creator, dan motivator. Ibu dari 4 anak berstatus sebagai single parent. Berdarah campuran sunda - jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Peperangan Batin

6 Juni 2020   05:34 Diperbarui: 6 Juni 2020   05:44 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/peperangan/photo:doc.pri

"Tapi aku merasa bersalah, melihatmu selalu memendam hasrat biologismu, membuatku terbeban. Maka aku memohon, Mas.. Tolong angkat bebanku dengan mengijinkanmu menikah lagi."

Anan menggeleng-gelengkan kepalanya. Jujur selama ini ia memang selalu memendam hasrat kelaki-lakiannya semenjak Gischa sakit. Tapi tak sedikitpun terpikir untuk menikah lagi. Ia terlalu mencintai perempuan yang dinikahinya lima belas tahun silam. Melewati berbagai macam ujian, jalan lurus, dan berkelok, terjal dan mendaki telah dilalui bersama, Perempuan yang selalu memandangnya penuh cinta saat hatinya rapuh dan imannya mulai goyah. Selalu mengingatkan bagaimana proses hijrahnya yang jatuh bangun. Dan semakin ia melihat cinta di mata Gischa, semakin bertambah pula cinta kepada Rabb-Nya.

"Mas, aku sangat bersyukur dan berterima kasih Mas sudah banyak bersabar dan berkorban selama ini, sejak awal pernikahan, mendampingi saat aku sakit bertahun-tahun, serta membimbingku sampai pada hijrahku. Bagiku dipertemukan denganmu dan menjadi istrimu adalah anugerah yang tidak terhingga. Tapi aku menyadari ketidak sempurnaanku. Aku tak ingin berlaku dzalim padamu, Mas. Dan aku tak bisa melanjutkan pernikahan ini jika Mas tidak bahagia karena itu semakin menambah rasa bersalahku sebagai istri yang tidak bisa menjalankan kewajiban dengan layak." Lembut Gischa mengucapkan kalimatnya sambil tetap meletakkan tangannya di atas tangan Anan.

"Tapi aku tidak mau menceraikanmu. Aku nggak akan sanggup berpisah dengan anak-anak kita," ucap Anan gamang.

"Aku juga nggak mau bercerai darimu, Mas. Aku ridho dimadu. Aku ikhlas demi kamu bahagia."

Anan masih bergeming, Gischa menatap kedalaman mata suaminya mencoba menanam keyakinan.

"Apakah ada perempuan yang mau menjadi madu dan berbagi suami?"

"Insyaa Allah.."

"Entahlah... Aku nggak tahu apakah harus menerima permintaan gilamu ini atau tidak." Anan bangkit dengan pikiran gusar. Entah apa yang merasuki pikiran Gischa hingga punya pemikiran segila ini. Mana mungkin ada perempuan yang mau dimadu dan menjadi madu.

"Tolong pertimbangankan, Mas," pinta Gischa sebelum Anan melangkah keluar kamar.

Anan menatap hamparan karpet bergambar Masjid sambil menyelonjorkan kakinya. Kata-kata Gischa seperti tsunami yang memporak porandakan pikirannya. Entah setan apa yang merasukinya sampai bisa punya usulan gila seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun