Tubuh Taruli dan anjingnya  meluncur deras tak tertahankan. Tepat di bibir salingsing, dinding batu, rambut panjang Taruli tersangkut di retakan bebatuan. Akibatnya Taruli dan anjing di pangkuannya tergantung di situ,  puluhan meter di atas permukaan danau.
Tiba-tiba sebuah petir besar menyambar tubuh Taruli dan anjingnya. Anehnya, petir itu tak menghanguskan tubuh Taruli dan anjingnya. Tapi menjadikannya batu yang mengantung di puncak salingsing.
Demikianlah kisah terjadinya Gadis Batu Gantung Sibaganding."
Bersamaan dengan akhir cerita, kapal tiba tepat di bawah Batu Gantung.
Anak-anak menyaksikan Batu Gantung itu dengan takjub. Tidak ada suara. Semua diam. Hening.
"Jangan menumpuk di pinggir situ. Geser ke tengah." Jurumudi kapal mengingatkan.Â
Penumpukan penumpang di satu sisi kapal, demi melihat Batu Gantung, sangat berbahaya. Kapal bisa oleng karena berat sebelah dan menumpahkan penumpang ke danau. Itu pernah terjadi.
Poltak berusaha mengerahkan imajinasinya untuk menemukan sosok gadis Taruli dan anjingnya Si Sotul pada bongkah batu mengantung itu. Jidatnya sampai berkerut hebat, tapi tetap tak berhasil. Di mata Poltak, Batu Gantung itu tetap tampak sebagai stalagtit.
"Anak-anak, cukup, ya. Kita ke Tomok sekarang." Guru Arsenius menyudahi kunjungan ke Batu Gantung.
"Gurunami, nasib Maruli bagaimana?" tanya Tiur saat kapal sudah putar haluan ke arah Tomok.