Kami bertiga setelah teriakan yang serempak tadi masih diam sambil berfikir karena bingung. Sampai-sampai maya yang sudah berdiri di hadapan kami lupa kami persilahkan untuk duduk.
Kemudian kami tersadarkan dengan suara maya yang membuka pembicaraan.
“loh kok mas-masnya pada diam. Dan kok kebetulan sekali ya kita sama-sama satu meja”
Kami kemudian saling tapap kembali.
Malam ini kami tidak banyak berbicara satu sama lain. Perasaan bingung plus saling menyalahkan di dalam hati kami masing-masing membuat malam ini ingin rasanya agar cepat berlalu
Kami hanya memesan beberapa menu. Dan aku hanya memesan kopi hitam seperti biasanya.
Setelah membuka pembicaraan tadi, maya pun sepertinya menyadari dan tidak melayangkan pertanyaan.
Jadi apalah arti kursi yang berjumlah enam buah ini kalau ujung-ujungnya kami bertiga memiliki “teman dekat” yang sama untuk datang kemari.
Buat apa kami harus berpenampilan rapi seperti ini.
Ah. Tak henti-hentinya aku menyalahkan diriku dan teman-temanku dalam hati. Begitu pula juga aku menyalahkan maya.
Kenapa dia tidak bilang kalau teman yang dia akan temui di cafe malam ini adalah teman- temanku. Dan kenapa teman-teman ku tidak bilang dari kemarin-kemarin kalau wanita incaran kami itu adalah sama yaitu maya.