Mungkin dia bekerja di dinas pariwisata. Tapi itu bukan poin. Yang lebih utama adalah esok lusa. Kumpul bersama teman-teman dengan membawa pasanan masing-masing. Aku harus segera mendapatkan persetujuannya.
“Oya adek disini udah main-main kemana aja? Tempat makan atau cafe mungkin?” pertanyaanku tak boleh tergesa-gesa. Namun tetap harus menjurus.
“Baru kemarin sama mbak disa dan keluarga makan gudeg mas. Kalo cafe-cafe begituan sih adek belum pernah, kenapa mas?”
Dapat. Kena jebakan Batman dia.
“hmmm malam lusa besok adek kosong gak?” aku langsung ke inti pembicaraan.
“lusa malam ya, kayaknya sih enggak mas. Tapi kalau besok malam adek full, kenapa ya mas?” jawabnya.
Satu peluang sudah terbuka. Tinggal menanyakan step yang berikutnya. Semoga dia berkenan.
“Mas ada cafe langganan (aku sebutkan nama dan tempatnya). Disana minuman dan makananya enak banget. Apalagi kopinya. Niatnya mas mau ajak adek kesana. Gimana adek mau gak? :)”
Padahal kalau dipikir-pikir dari seluruh makanan dan inuman yang tersedia, aku hanya senang kopi dan kentang gorengnya saja.
“Gimana ya, insyallah adek usahakan bisa mas :)” jawabnya.
Yeaah berhasil.