Mohon tunggu...
Cerpen

Seharian, Penjual Cilok, dan Cita-cita Basi

26 November 2018   20:05 Diperbarui: 26 November 2018   23:13 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awan berarak indah pagi itu.. sebidang lapangan luas terhampar.. menghijau walau beberapa bagiannya botak.. terlihat dari kejauhan para penjual berjenis makanan.. orang-orang paruh baya..  laki perempuan.. yang pacaran.. lalu lalang.. remaja seliweran.. seperti setengah berolah raga.. adapun anak-anak berlari berkejaran.. kesana kemari.. riuh rendah suaranya.. berkumpul seperti irama yang sayup.. digenggam angin dan sejurus dilepaskannya.. ramai.. mungkin karena hari libur.. dan ada yang bergumam..

Di sudut selatan lapang itu.. seorang pria.. terlihat rapi.. walau lusuh.. sepertinya bajunya tak disetrika.. paduan aneh baju yang dimasukkan.. lengan tangan panjangnya yang dilipat sekedarnya.. terlihat redup kala dikombinasi dengan sendal usang yang meliputi kakinya yang dekil dan berdebu.. andai saja gaya klasik sisiran rambutnya itu tak dipadan dengan kilatan minyak di rambutnya yang sedikit ikal.. tentu banyak yang harus menimbang-nimbang cara pandangnya.. 

Dia Parto.. seorang pengangguran lulusan teknik sipil.. beberapa kali bekerja.. tapi fokusnya untuk mencari kecocokan dan kepuasan eksistensial dirinya.. membuatnya memasuki usia 27 tahun tanpa keberdayaan ekonomi.. dua minggu sebelum hari ini.. dia telah memutuskan untuk tidak terlalu terlibat di salah satu lembaga struktural partainya.. Parto merasa tak bisa berbuat lebih untuk cita-cita politiknya.. dan lebih penting dari itu semua.. kebutuhan ekonomi membuat keleluasan rasa dari kerjanya tak wajar.. jalan terbaik.. dan yang paling memungkinkan adalah menggunakan jaringannya untuk mendirikan serikat buruh.. itu perasaannya.. keputusan Parto.. hanya saja membutuhkan modal yang tak sedikit.. untuk beberapa kali rapat dengan pemilik pabrik.. aktifis yang direkrutnya.. para pengawas dan kepala harian buruh pabrik.. kantor kecil untuk lingkungan operasionalnya.. plus badan hukum, 30 jutaan rupiah tak kemana.. setelahnya Parto akan mulai bergaji.. sinkronisasi yang mudah dan wajar antara kegiatan berbayar dan pemenuhan cita politik dan eksistensinya.. terasa sangat genap dan memuaskan hati juga liabilitas rencananya.. 

Sementara Arif adalah orang yang ditunggunya.. sahabatnya ketika SMP di kota kelahirannya..  sebagian maksudnya untuk bertemu telah diketahui Arif.. Parto semakin terlihat gusar.. waktu mungkin terasa mengalir, tapi tanpa saluran.. membuatnya seperti tak bisa diam.. diterpa partikel waktu.. terombang ambing.. sesekali duduk.. berdiri lagi.. memeriksa hp nya.. bersandar ke batang pohon itu.. berlari kecil ke arah penjual rokok.. menghabiskan beberapa batang.. dan kembali jongkok menggaris-garis tanah di bawahnya.. sesekali melihat ke kiri.. setelah menoleh arah kanannya.. senyumnya sambil menghela nafas.. matanya pun menatap dahan-dahan di atasnya... mengotori celananya dengan duduk meluruskan kaki posisi jongkoknya itu..

Walau tinggal satu kota.. Parto jarang bertemu Arif.. mungkin dalam 2 tahun terakhir ini adalah pertemuan kali kedelapan.. 2 kalinya bertemu di tempat saudara jauhnya, Nita, seorang pejabat partai tempat Parto akhirnya bergabung.. muda, cantik, energik.. dia masih ingat pembicaraannya dengan Arif sebelum direkomendasikan Nita menjadi pengurus partai..

Arif (A): dah lama nunggunya To?!

Parto (P): jadilah.. naik apa kau ke sini?

A: diantar kawan tadi.. nebeng.. searah..

P: oh.. 

Jaket kulitnya telah dibuka dan ditaruh Arif di atas meja kafe itu.. 

A: kau serius suka politik To?! Gimana kerjaanmu di kontraktor..

P:  yah kontraktor tapi aku di bagian pemasaran.. banyak ketemu orang.. iyalah kayaknya  politik itu hal positif.. siapa tahu aku bisa berjuang buat rakyat banyak..

A: hahaaa.. itu mimpimu To.. belum kuatlah.. prioritaskan ekonomimu dulu.. kerja..  nabung.. 

P: dah pikir-pikir aku... di politik lewat partai bisa ada peluang jadi anggota dewan..  lumayan bagus imbalannya.. hiduplah..

A: tu kan.. tetap tak semudah yang kau bayangkan To.. walau tak ngerti yang kutahu di      politik tu kau harus ikut orang dulu.. bantu-bantu.. lalu cari posisi.. jabatan.. baru kau  tarung buat dapat nomor calon anggota dewanmu.. tak yakin aku kau kuat kawan..

P: alah masalah natural lah itu kan? Hanya soal lingkungan, interaksi, kemampuan komunikasi.. ketemu orang.. meyakinkan orang.. selebihnya hal teknis ngetik-ngetik.. gaul dan berusaha tetap menarik di antara pengurus lainnya..

A: gampangnya.. terus kau makan dari mana.. hahaa.. capek kau itu.. 

P:  kau coba dengar dulu penjelasanku..

A: kau mesan apa? Makanannya? Minumnya?

Setelah mencatatkan seluruh pesanan..waitress itu pun berlalu..

A: ya.. ok.. ok.. aku mendengarkan.. ceritalah..

P: menurutku politik itu suci..

A: hati-hati.. nanti kau kotor..

P: tanpa politik.. orang tak bisa maksimalkan kegunaan dari adanya negara

A: terlalu kau paksakan di situ

P: tanpa politik.. tak ada perubahan yang lebih baik

A: siap-siap kecewa kau to..

P: tanpa politik kebebasan tak ada

A: jadi absurd kau

P: tanpa politik yang baik yang miskin makin miskin yang kaya makin kaya

A: munafik kau

P: tanpa politik yang jelas tak ada pertambahan pendapatan masyarakat

A: kena kau.. dipekaikanlah kau.. 

P: argghhh..

P: kok jadi perfeksionis sekali kau Rif.. ayolah.. lihat berimbang.. nilai objektif..

A: hihihiii.. capek kau kan?! Ya sudah aku ada solusi..

P: ini dia..

P: akupunyasaudara.. dia pengurus partai.. jabatannya dah lumayan.. yang penting kau masuk partai dulu kan?! Datangilah dia.. ini nomornya..

Parto pun menjadi pengurus partai. Parto menikmati yang dikerjakannya. Banyak kegiatan yang dilakukannya di partai.. sampai suatu waktu Nita.. mentornya.. memanggilnya..

Nita (N): jadi bagaimana kegiatan yang kemarin? Lancar? Outcome dan rencana tindak lanjutnya apa?

Sebenarnya tak ada yang aneh selain cara Nita bertutur.. seperti ada sesuatu di belakang bunyi suaranya yang bersembunyi.. entah apa.. tapi bagi parto memadukannya dengan bahasa tubuh dan roman muka Nita ketika di hadapannya, seperti menunggu sesuatu yang pasti tak mengenakkan.. entah apa itu.. 

Parto (P): Hmmm.. alhamdulillah.. lancar Nit.. luar biasa antusiasnya para peserta pelatihan..  kau tahu.. waktu kita eksplorasi bagaimana seorang kader partai sebaiknya  mengambil gambar diri.. banyak peserta yang tersadarkan.. rupanya mereka belum cukup natural dan berposisi sekutub dengan orang-orang yang  diharapkannya menjadi pengikut misi partainya atau visinya sebagai yang juga leader.. menarik.. banyak yang tercerahkan..

N: bagus itu..

P: suka orang tu teknik pelatihan yang diterapkan..

N: bagus..

P: oya.. untuk outcome kita sepakati masing-masing kader dalam seminggu sebulan ini harus punya kenalan baru sebanyak 20 orang minimal.. jadi dalam sebulan.. masing- masing.. 

N: sebentar.. oklah.. tapi kalau gak salah.. yang di gedung Rona pelatihannya kamu juga yang ngisinya ya rif?

P: iya..

N: yang bukanya?!

P: hah.. maksudnya..

N: yang membuka acaranya lah..

P: oh.. itu.. kepala departemen..

N: tu kan.. menurutku Parto dah terlalu banyak nih kerjaannya.. masih 22 lebih lagi loh.. 

P: ya gapapa lah.. aku senang kok..

N: jangan.. jangan gara-gara honor.. yang gak seberapa kau porsir di situ.. akhir tahun ini masih banyak acara kita.. sementara kau tangani pendataan dan pengolahan hasil kuesioner peserta aja di kantor.. tak perlu ke lapangan.. total honor buat itu kulunasi sekarang.. memang lebih kecil..

P: haahh..?!

Politik satu hal.. prosesnya hal berbeda lagi. Parto sebenarnya seorang yang tangguh dan berprinsip.. hanya saja dia tak menyangka energi dan keterampilannya juga dikuras.. tidak saja untuk kegiatan.. melainkan juga untuk mencari makna yang paling tepat dan aman dari serangkaian komunikasi manifest maupun laten yang dialaminya di kiri kanan atas bawah lingkungan orang-orang yang berinteraksi di partainya.

Sewaktu ingin bertemu Nita untuk pertama kalinya.. Arif harus menunggu lama di ruang tunggu partai dimana Nita menjabat karena masih dalam perjalanan. 

Ruang tunggu yang asri.. tidak terlalu luas tapi rapi... 3 pot ukuran jumbo ditanami bunga gelombang cinta.. cukup besar.. masing-masing ditaruh di pojokan berbeda.. tidak jauh dari ujung kanan kiri kursi-kursi satuan yang berseberangan dengan sofa yang cukup lebar.. sementara televisi idle ke hadapan dari kiri sofa itu. Banyak ruangan.. mungkin ada 5.. ditambah beberapa ruang kerja lagi di lantai 2 nya..

15 menit berlalu.. Parto merasa lebih baik berada di luar ruangan.. sekalian melihat-lihat wilayah sekitarnya. Melewati halaman yang cukup luas.. keluar pagar.. disebelahnya terlihat ada warung.. warung kecil yang unik karena tampak permanen di rumahan.. tetapi seluruh area penyajian masih tersedia di gerobak.. walau ukurannya cukup besar.. tapi tetap saja gerobak itu bisa didorong atau dipindahkan ke area lainnya di halaman rumah itu.. warung mie keju korned 'BAROKAH'.. begitu tertulis.

Terlihat penjual dengan gaya yang sangat unik.. seorang pria.. berkulit gelap.. berkumis tebal.. kepalanya diikat dan dibalut kain.. mirip ulos. Balutan itu dibuatnya sedemikian rupa sehingga tampak menjulang di kepalanya.. dan sisanya memanjang ke bagian depan dadanya. Sementara bajunya seperti pakaian kasual pantai.. berumbai lengan pendeknya.. juga ujung depan belakangnya.. bermotif setengah batik.. terkesan etnik.. dan celananya bahan katun hitam. 

Penjual mie (Pm): mau pesan apa?!

Parto (P): mie.. hmmm.. yang paket komplit

Pm: baik

Tatapannya sangat dalam.. sesekali senyum menyungging di wajah penjual mie itu.. sepertinya suaranya tipikal bariton.. berat ya..

P: pak.. partai ini dah lama berkantor disini?

Pm: oh belum.. baru.. katanya juga masih kontrak..

Pm: kamu pengurus?!

P: rencananya.. masih cari rekomendasi..

Pm: kamu suka politik?

P: berharap pada politik

Pm: oh jadi politik itu obat yang manjur ya?

P: paling tidak, faktanya ya.. negara maju yang makmur ekonominya.. karena politiknya     juga maju..

Pm: itu pandanganmu.. kau masih bau kencur.. tak tahu apa itu politik.. 

Sontak wajah Parto berubah.. tapi gerakan penjual mie itu yang mengibas-ngibaskan plastik lalu memasukkan isi mie bungkus itu, sejumput sayuran, telur.. membuatnya tidak terlalu berusaha menerjemahkan perasaannya melalui tatapan si penjual mie.. begitu pula penjual mie itu terlalu sigap.. lihai dan unik melaksanakan tugasnya.. semua rasa seperti menguap.. 

Ketika kedua tangannya dijenjangkannya di hadapan Parto setelah beres dan menutup kembali panci tempat rebusan plastik itu, penjual mie itu mulai menatap wajah Parto, sesekali tangan kirinya membetulkan letak tempat saus, kecap, dan merica di dekat Parto duduk. Kembali penjual mie itu menjenjangkan kedua tangannya.. lurus..

Pm: oya menurutmu.. apalah politik itu.. apa yang terpenting dalam politik itu..

P: yang penting.. apa  ya.. oh.. kesadaran sejarah.. kesadaran moral.. kesadaran etis..

Pm: hahaaa.. kesadaran sejarah oklah.. tapi itu.. kesadaran moral.. kesadaran etis.. apa masih        aktual.. relevan?!

P: maksudmu pak..

Pm: begini.. kesadaran sejarah.. dibutuhkan dan hampir tak ada masalah.. karena kemampuan sejarah untuk eksis itu harus dibagi fungsinya oleh seberapa banyak orang yang suka sejarah.. seberapa banyak suport anggaran pemerintah untuk melanggengkan dan mendidikkan makna sejarah.. lalu bandingkan dengan seberapa banyak orang yang lebih suka topik-topik non sejarah lewat pemakaian hapenya..

P: wah.. wah.. teoritis banget pak..

Pm: lho.. memang begitu adanya.. tak percaya.. coba saja teliti.. lha ini kamu bilang inti politik kesadaran moral.. kesadaran etis.. hahaaa.. coba lihat senyata mungkin.. apakah itu benar.. apakah hal-hal itu bisa kau saring dari lingkungan masyarakat kita saat ini..

P: tentulah.. masyarakat kita sangat moralis..

Pm: yaa.. di saat korupsi masih merajalela..

P: masyarakat kita masih ingin pemimpin yang bersih..

Pm: yaa.. di saat tanpa kita sadari.. kita hanya ingin lingkungan yang tidak  benar atau salah.. tapi efisien walau tak efektif..

P: itu terlalu mendikte pak.. itu terlalu spekulatif..

Pm: terserah.. tapi.. sebentar yaa...

Dengan cekatan, si penjual mie membuka tutup panci rebusan dan mengambil plastik rebusan tadi.. tangan kanannya menggapai mangkuk.. menuangkan isi plastik itu.. lalu menaburkan keju.. korned.. dan..

Pm: nah.. ini dah jadi.. untuk kecap saus dan lain-lainnya takar sajikan sendiri yaa..

Parto pun terlihat sibuk.. memberi kecap dan saus.. sesekali dia seolah terpengarah melihat ke arah penjual mie itu.. tapi mungkin aroma mie yang menggoda itu menawarkan semuanya..

Pm: sambil makan yaa.. saya teruskan.. bukan saya mendikte.. tapi nanti juga kau rasakan sendiri.. kekuatan di politik itu adalah di saat yang kau miliki adalah jabatan.. kemampuan bergaul.. berbicara.. tapi semua orang mendengarkan dan memaklumi apa yang kamu katakan.. semua bawahanmu menjalankan apa yang kamu mau.. sisanya adalah kepintaranmu mengatasinya.. dan itu.. capaian itu.. tidak datang begitu saja.. itu sebuah proses panjang.. hanya dapat kau capai setelah kau tahu apa yang terpenting  dalam politik.. apa esensinya.. dan secara perlahan tapi  pasti.. kau telah berlatih dan mumpuni menggunakannya.. terampil..

P: ahh.. masih panas.. 

Terlihat Parto kembali menaruh sendok yang berisi sejumput mie itu..

P: menarik.. tapi saya sama sekali takkan mencoba terkejut ketika mendengar apa yang terpenting dalam politik itu menurut bapak..

Pm: yang bener..

P: ya.. benar.. bagi saya inti politik.. yang terpenting dalam politik adalah sejarah dan moral..

Pm: hahaaa.. terlalu kamu.. kamu akan sesat nanti.. dan malah balik menuduh.. menuntut sejarah dan moral.. ketika kamu terbukti salah dan tak efektif..

P: ahh.. masih saja panas..

Pm: sabarlah.. tunggu sebentar..

Sekarang Parto sepertinya merasa lebih penting untuk meneruskan pembicaraan.. dilihatnya tajam ke arah penjual mie yang sudah duduk dengan sebelah kaki kirinya telekan di bagian kaki kanan.. dihadapannya yang dipisahkan bentangan meja.. tangan kanan Parto menjauhkan mangkuk dan juga gelas minumnya..

P: baiklah.. saya menyerah pak.. saya tak tahu.. beritahu saya.. hahaaa..

Pm: akhirnya.. kamu butuh seni untuk mengetahui ini.. dan saya yakin.. kalau keinginanmu         sekuat proses dan keinginan belajarmu.. maka kau akan berhasil..

Terlihat si penjual mie membetulkan posisi kakinya.. berdiri.. mendekat.. dan kembali menjenjangkan kedua tangannya di hadapan Parto.. tatapannya sekarang tajam.. dan sepertinya.. suaranya sebentar lagi akan menjadi lebih berat lagi.. hanya saja.. sebaliknya.. malah terlihat setengah tergopoh.. penjual mie itu bergerak ke arah kiri dalam melalui pintu bertirai.. ruangan dalam rumahnya.. terlihat sesaat tangannya menunjuk ke bidang tertentu di arah atas hadapan Parto duduk.. Parto mencarinya.. dan menemukan speaker.. Parto terlihat menggeleng.. dan tak lama.. si penjual mie telahpun pada posisi sebelumnya.. dan.. lagu barat band beegees pun menari-nari dari dalam speaker itu.. penjual mie itu seperti menahan nafas.. menatap tajam.. Parto tertegun.. entah bagaimana ekspresinya.. tercampur nada-nada.. sungguh menggelikan..

Pm: dengan berat hati.. saya katakan.. inti politik itu adalah sakit hati..

P: apa?! Sakit hati?!

Pm: ya sakit hati.. adonan menjijikkan dari rasa geram.. dendam.. sayang.. geli dan tak berdaya..

P: hahaaaa... tak mungkin.. sungguh tak mungkin.. 

Pm: begitulah adanya.. kau bukan alien.. kau produk dari masyarakatmu.. hentikan utopia keakuanmu itu.. 

P: bagaimana mungkin sesuatu yang sangat psikologis seperti rasa sakit hati itu menjadi inti politik..

Pm: ya begitu adanya.. hanya 1 dari 10 politikus hebat yang tercipta dari lingkungan yang tidak sakit hati.. 

P: tak mungkin..

Pm: ya nanti kau juga yang akan membuktikannya sendiri..

P: naif sekali pengertianmu bapak..

Pm: terserah.. tapi begitulah adanya.. semua butuh waktu.. sisanya kehendak Tuhan.. 

Sekarang.. Parto sepertinya sumringah.. diraihnya gelas dan mangkuk itu.. dimakannya suap demi suap.. lahap.. sangat bersemangat.. sampai mangkuk yang penuh tumpukan mie itu hanya tinggal beberapa sendok lagi.. dentingan sendok itu seperti malu berbunyi ditimpa irama salah satu lagu abba yang terkenal itu.. sementara.. si penjual mie masih berdiri.. menghisap dalam rokoknya.. dan sesekali seperti menyeka wajahnya dekat bagian mata.. entah apa yang disekanya..

Desir angin di padang sedikit luas itu bercampur dengan bunyi kresek dahan ranting di tangan Parto yang meliuk-liuk melukis gesekan di pasir bercampur tanah itu.. tatapannya kosong.. bahkan sesekali ranting di tangan kirinya dipindahkannya ke kanan.. seolah-olah gerakannya melihat jam di pergelangan yang tak berjam tangan itu..

Sesekali diraihnya handphone di saku bajunya.. setelah tuts terpijit dia dekatkan ke telinganya.. beberapa saat.. tapi mungkin tak ada jawaban.. diulanginya.. mungkin 2 3 kali.. lalu seperti lemas.. dia kembali duduk di atas tanah lapang itu.. sepertinya Arif tak kan datang menemuinya..

Seorang penjual cilok terlihat lewat.. mendekat disamping Parto yang sedang duduk di bawah salah satu pohon tanah lapang itu.. entah untuk menghibur hati atau apa.. dia pun membelinya.. cilok kuah kari.. dan waktupun berjalan.. seharian sudah menunggu.. ditambah kilasan memori.. cita-cita yang selalu dihangatkan seorang Parto untuk kehidupannya.. diniatkannya untuk masyarakat banyak.. entah sampai kapan..

Sementara sebentar lagi magrib..

  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun