“Kalau tak ada biaya, otomatis ya harus dibatalkan,” kata Iksan.
“Oh, tiiiidak! Jangan diartikan begitu. Langit belum runtuh. Harapan masih terbuka,” kata Trisa dengan wajah cerianya.
“Maksudmu?” tanya Iksan dengan harapan yang sebetulnya masih terselip di hatinya.
“Kita cari sendiri biayanya!” kata Trisa sambil melonjak. Gayanya untuk membangkitkan semangat temannya yang nyaris padam.
Masih ada. Masih ada seberkas harapan. Harapan yang terlihat hanya berkelip di tengah malam gelap. Namun lumayan. Selama masih ada harapan, segelap apa pun dunia ini, seberkas cahaya adalah sebuah berkah.
“Minta sama nenek moyangmu?” kata Sabrina.
“Eit, jangan pesimis begitu, Bro. Kita ini manusia yang diberi Tuhan anugrah Otak,” suara ceria Trisa terus bergema.
“Udah, tak usah bertele-tele. Maksudmu apa?” tanya Iksan.
“Kalau kita bisa mencari biaya, kita bisa terus melaksanakan acara ini, San.”
“Iya, tahu. Tapi bagaimana caranya kita dapat uang?” tanya Iksan yang dalam hatinya masih berharap pentas seni dapat terlaksana.
“Aku juga belum tahu,” jawab Trisa.