“Ke kamar mandi,” jawab Iksan sambil tersenyum.
“Benar, kamu belum percaya?”
“Sudah. Tapi baru agak percaya. Belum seratus persen,” jawab Iksan.
“Sekarang kakak lagi bahagia. Kakak punya coklat. Kamu mau? Nih, biar kamu juga bahagia,” kata kakak sambil menyodorkan sebungkus coklat yang baru diambil dari kulkas. Yang sudah pasti Iksan sambut dengan penuh suka cita.
Aku pun percaya sekali sejak saat itu. Percaya jika kebahagiaan akan menular. Juga kebingungan. Mungkin juga kesedihan.
Saat ini, Iksan sedang senang. Senang sekali. Dan Iksan teringat kata-kata kakak. Walaupun Iksan pernah merasa paling senang saat Ayahnya pulang kerja dengan membawa sepeda baru untuknya, tapi peristiwa masa kecil yang tak pernah Iksan lupakan itu sekarang tak ada apa-apanya. Ya, Iksan senang karena segala persiapan untuk acara Pentas Seni sudah hampir final. Iksan juga melihat, semua temannya juga ikut senang. Tak ada wajah tanpa hiasan senyum hari ini.
Hanya Linda saja yang dari pagi sampai kini masih cemberut. Mukanya dilipat-lipat. Itu juga gara-gara sakit gigi. Sakit gigi Linda kambuh karena kemarin dia lupa diri saat melihat Rino membawa cokelat. Selain Linda, semua memamerkan senyum dikulum.
“Alhamdulillah,” sebuah kata yang sudah lama tak hinggap di mulut Iksan.
“Pasti akan spektakuler,” kata Budi.
“Apa itu spekuler?” tanya Maria.
“Spektakuler. Masa tak tahu?” ledek Budi.