Ica. Ica justru menjadi manusia yang paling kreatif dalam hal meledek Fitri. Seakan-akan Ica menganggap Fitri diciptakan hanya untuk dijadikan objek ledekannya.
“Fitri dangdut?” tanya Ica sambil tertawa membahana.
Padahal ada Fitri di sebelahnya. Tapi hati Ica memang sudah dibalut baja. Tak ada rasa kasihan sedikit pun jika meledek Fitri.
***
Siang masih belum juga tergelincir. Masih begitu panas. Meski matahari hanya malu-malu mengintip. Lewat sisi gumpalan mendung. Mendung yang masih menggantung. Sehingga hawa panas begitu terasa.
Telepon Monika berdering. Tapi Monika mendiamkannya. Monika terlalu asyik bercengkrama. Geng itu memang belum pulang sekolah. Setiap hari selalu ngerumpi tanpa henti.
Hari ini hanya berempat. Karena Ica pulang duluan. Hari ini Ica membawa motor sendiri. Padahal biasanya diantar. Entah kenapa. Motor yang dibawa juga katanya meminjam saudaranya. Belum bisa banget. Memaksakan diri.
Saat telepon itu berdering lagi, terpaksa Monika mengangkatnya. Dengan membentak, Monika bertanya, "Apa?"
"Ica!" jawab suara di seberang.
"Kenapa Ica?" tanya Monik.
"Tabrakan!"