Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Setelah Peristiwa Itu

9 Juli 2015   05:58 Diperbarui: 9 Juli 2015   05:58 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam istirahat. 

Semua anak berhamburan keluar ruangan.  Seperti burung yang baru lepas dari sangkar.  Sekolah memang paling enak saat istirahat, bukan saat belajar. Lihat saja wajah anak-anak itu.  Jika di kelas tampak kusut.  Tapi saat mendengar bunyi bel istirahat?  Muka kusut itu langusng dilipat.  Diganti dengan senyum merekah.  Betul, kan?

Hamda mengejar Lukman.  Yang dikejar lari kencang sekali.  Hamda tak mau mengejar.  Karena pasti tak akan terkejar.  Lebih baik dia berbelok.  Mencegat dari lorong sebelah.  Tepat di belokan, Hamda langsung menangkap tangan Lukman.

“Sama Agam,” kata Lukman.

Hamda cepat kembali ke kelas.  Terangah-engah.  Tapi Agam tak terlihat.  Hanya ada anak perempuan.  Yang sedang bercerita seru.  Entah bercerita tentang apa.  Mau bertanya.  Tapi percuma.  Mereka pasti tak tahu di mana Lukman sekarang berada.  Lukman pasti sudah ke lapangan.  Manusia berambut kribo itu memang paling hobi bola.  Ada waktu sedikit saja, yang dicarinya pasti bola.  Mungkin tidur juga bantalnya bola.

Lapangan kosong.  Melompong.  Becek habis hujan. 

Kemana Agam bersembunyi?  Hamda mencoba mencari ke perpustakaan.  Memang mustahil si rambut kribo ke perpustakaan.  Agam tak doyan buku.  Buku pelajaran saja hanya dibuka saat ada guru meliriknya.  Apalagi buku di perpustakaan.  Aduh, jangan-jangan Lukman malah belum tahu jalan ke arah perpustakaan.  Pernah.  Memang Agam pernah cerita, kesasar saat mau ke perpustakaan.  Malah masuk kamar kecil.  Padahal kan beda banget antara perpustakaan dengan kamar kecil.  Itu hanya contoh bagaimana si rambut kribo Agam benar-benar tak pernah singgah di ruangan yang namanya perpustakaan.

Tapi Hamda tetap mencoba mencari ke perpustakaan.  Siapa tahu si rambut kribo sadar mendadak.  Sadar bahwa buku memang jendela dunia.  Tak bisa melijhat dunia kalau jendelanya tak pernah dibuka.

“Enak lewat pintu saja,” kata Agam yang memang selalu banyak alasan untuk tak datang ke perpustakaan suatu saat. Waktu Hamda mengajak ke Jendela Dunia alias ke perpustakaan.

“Memang mau ke mana?” ledek Farel.

“Ke lapangan,” jawab Agam sambil tertawa.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun