Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lelaki Langit

5 Oktober 2019   18:32 Diperbarui: 5 Oktober 2019   18:54 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

***

Kubuka perlahan tab merahku sambil menunggu mocacino di Kafe Blue. Kubuka salah satu media sosial yang mempertemukanku dengan seorang lelaki misterius. Nama nick namenya LelakiLangit. Kenapa kubilang misterius tulisan-tulisannya membuatku memicingkan mata.

Awalnya aku tidak terlalu menghiraukannya seperti lelaki kebanyakan. Dia biasa saja, tidak ganteng, pun tidak terlihat berduit. Ntahlah aku kepikiran saja.

Selama ini aku tak tertarik dengan lelaki manapun. atau ketertarikanku karena didorong rasa penasaran dengan lelaki penulis naskah monolog itu. Sudah setahun lamanya dia selalu mengirimkan tulisan-tulisan di kronologiku.

"aku tak mengenalmu secara dekat tapi aku mengagumimu lewat matamu yang cerdas". Awal januari yang tiba-tiba dia nyelonong diberandaku.

"seperti bayangan kita tak mampu mengukurnya kadang terlalu tinggi atau tak tampak sama sekali. bukankah memberikan semangat adalah bagian dari cinta, dan cita tak perlu menuntutmu ada". Aku hanya membalas dengan senyuman karena tak ada yang perlu kubahas. Awalnya aku merasa risi saja. Bulshit dengan bahasa cinta yang kuanggap tak realistis.

Sebagai mahasiswa, aku harus pilih-pilih tamu. Minimal tamuku berkantong tebal dari kalangan pengusaha. Tapi entahlah mengapa aku tidak berpikiran panjang menerima tamu yang direkomendasikan Mario.

"Makasih," ucapku kepada pelayan yang menyodorkan secangkir mocacino hangat.

Mataku tak beranjak dari postingan tulisan berupa potongan-potongan naskah di beranda facebooknya. Aku lebih memperhatikan karyanya disbanding poto lelaki itu. Bagiku tak ada yang menarik dipandang wajahnya cuman samar terlihat separuh setiap kali dia berpose dibawah tulisannya di surat kabar dengan menggunakan topi kumal  kesayangannya yang tampak hanya hidung dan bibirnya. Aneh, bisikku sambil memilin cangkir putih itu yang tak kudiamkan berlama-lama menunggu kecupanku.

Hape yang sedari tadi ku silent bergetar beberap kali. Kulihat inboks dari lelakilangit.

"Tik, aku rindu padamu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun