Mohon tunggu...
Meyfa Nur Isnaeni
Meyfa Nur Isnaeni Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 7

Semangat!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bakti untuk Negeri

21 November 2021   07:27 Diperbarui: 21 November 2021   07:33 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selasa, 3 Desember 1918 tepatnya di desa Hutapungkut, kota Nopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara aku dilahirkan ke dunia. Ayahku bernama Abdul Halim Nasution seorang pedagang yang menjual tekstil maupun karet dan kopi yang kemudian dijual kepada para pedagang Cina di Padang Sidempuan, Sibolga, Bukit Tinggi atau Padang. Ayahku ini sangat religius, ia sangat taat dalam beragama bahkan ia menjadi anggota dari serikat Islam. Ibuku bernama Zahara Lubis seorang wanita hebat dan pintar. Aku dilahirkan ke dunia dengan selamat dan sehat, berkat perjuangan ibuku dan kasih sayang ayah ku.

Nenekku pernah bercerita, tentang kelahiran ku di tengah pandemi flu Spanyol yang melanda dunia, yang banyak menguras air mata. Ibuku berjuang sendirian tanpa di dampingi ayah ku karena ayahku sedang berdagang di kota Sibolga, kota pelabuhan kurang lebih 180km dari Hutapungkut. Pada saat itu kendaraan bermotor jarang ada, orang pergi berdagang dengan menaiki padati atau kereta kuda sehingga memakan waktu yang lebih lama. Setelah 28 jam lebih, ibuku merintih kesakitan karena kontraksi yang tiada henti. Aku lahir pada hari Selasa, tanggal 3 Desember 1918 tepat pukul 10.30 WIB. Sesaat setelah aku lahir, kakekku membisikan adzan di telinga ku.

Aku adalah anak kedua sekaligus putra tertua dalam keluargaku. Meskipun aku tidak tahu keadaan saat aku lahir, tetapi dari semua cerita yang aku dengar dari nenekku, keluarga ku sangat senang ketika aku lahir. Katanya, banyak saudara yang datang dan membawa bingkisan makanan yang terdiri dari ayam panggang dan telur. 

Bingkisan tersebut memiliki makna tersendiri. Ayam panggang sebagai pelambang induk ayam yang selalu mendahulukan mencari dan memberi makan anaknya. Telur rebus yang berwarna putih bermakna agar si anak berjiwa bersih. Sedangkan kuning telur melambangkan kebebasan dan kehormatan dari seseorang, layaknya emas yang juga berwarna kuning.

Sejak kecil orang-orang sering memanggilku dengan sebutan Nas. Aku bukan lah anak priayi yang cukup sandang pangan dan papan. Aku dibesarkan dengan penuh kesederhanaan. 

Dulu saat kecil aku sangat kurus bahkan sampai tulang rusukku terlihat. Aku tak pernah mandi dengan sabun, andaikan mandi dengan sabun pun aku menggunakan sabun sisa cuci piring untuk digunakan mandi. Makan dengan daging, merupakan hal istimewa bagi ku, biasanya yang ku makan hannyalah sayur daun singkong dengan garam sebagai penyedap rasa. 

Tapi, itu semua tak pernah dijadikan alasanku berkeluh kesah tentang nasibku, aku sangat bersyukur karena Aku tumbuh dengan baik, berkat ibuku yang membesarkanku dengan penuh rasa kasih sayang, ia tak pernah lelah mengurusku, mengajariku, mendampingi diriku sedari kecil. Tahannya ibuku, ayahku pun berjuang dengan keras untuk bisa membahagiakan dan menghidupi anak dan istrinya.

Sejak kecil aku senang berolahraga terutama bermain sepak bola. Lapangan yang sering aku gunakan bersama teman teman ku adalah lahan bekas sawah yang di tanami padi sesudah panen. Dan bila yang digunakan berasal dari jeruk Bali karena saat itu belum ada bola plastik atau karet. Setelah bermain sepakbola biasanya aku dan teman temanku mandi bersama di kali atau berjalan jalan ke bukit untuk mencari buah yang tumbuh di hutan. Selain suka bermain sejak kecil aku juga suka membaca buku, buku buku sejarah sering kali ku baca, mulai dari kisah Nabi Muhammad saw sampai buku tentang perang Belanda dan Prancis. Terkadang orang orang memanggilku si kutu buku. Menurutku membaca buku itu menyenangkan karena buku adalah jendela dunia dimana kita bisa melihat dunia tanpa harus melakukan perjalanan, hanya cukup membaca sebuah halaman kita bisa tahu kejadian di belahan bumi lain.

Meskipun keluargaku adalah keluarga yang sederhana, tapi darah Mandailing mengalir dijiwa orang tuaku. Mereka sangat memperhatikan tentang pendidikan. Mereka rela menghemat dan bekerja keras demi menyekolahkan anak laki laki mereka. Di masyarakat Mandailing terdapat perkataan "Biarlah makan ikan asin dan sayur saja agar dapat menyekolahkan anak-anaknya". Ibu dan ayahku pernah berdebat tentang masa depan ku. Ayahku menginginkan aku belajar di sekolah agama setelah aku menamatkan sekolah dasarku. Tapi ibuku menginginkan aku melanjutkan sekolah ke sekolah umum yang dulu di sebut sebagai sekolah Belanda.

Pada tahun 1925 ketika aku memasuki usia sekolah, aku bersekolah di pendidikan dasar HIS ( Hollandsche Inlandsche School ) atau setara dengan Sekolah Dasar di Katanopan, yang kira kira 6 kilometer dari kampung Huta Pungkut. HIS merupakan sekolah pertama untuk orang Indonesia yang mempunyai kedudukan yang sama dengan ELS, didirikan di Indonesia pada tahun 1914. 

Pendirian HIS menjadi salah satu titik penting dalam pendidikan orang Indonesia di masa itu. Sekolah ini diperuntukan bagi golongan penduduk keturunan Indonesia asli, sehingga disebut juga Sekolah Bumiputera Belanda. Pada umumnya disediakan untuk anak-anak dari golongan bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka, atau pegawai negeri. Lama sekolahnya adalah tujuh tahun. Sekolah ini memenuhi keinginan orang pribumi untuk melanjutkan pelajaran sampai tingkat setingi-tingginya. HIS dipandang sebagai alat pemerintah kolonial untuk menyebarkan bahasa Belanda dikalangan rakyat. Bukan ingin menyombongkan diri, tali aku merasa bangga aku bisa bersekolah di sana. 

Dalam masyarakat kampungku pemuda-pemuda yang menamatkan sekolah di HIS dianggap "terpelajar". Setiap hari aku berangkat naik bendi atau delman kesekolah karena pada saat itu tidak ada kendaraan. Di sekolah aku menyukai mata pelajaran ilmu bumi dan sejarah. Aku mendapatkan nilai tinggi untuk mata pelajaran itu. Di sekolah dasar aku memperoleh pendidikan kebangsaan yaitu cinta tanah air. Sekitar pukul 14.00 sampai 15.00 selepas pulang sekolah aku sembahyang. Dan melanjutkan mengaji di madrasah dekat rumah hingga magrib tiba.

Tahun 1931aku harus rela meninggalkan kampungku, karena aku naik kelas 7 dan harus masuk " sekolah sore ". Karena itu aku dititipkan pada sodaraku yang tinggal di kota Nopan. Hanya pada hari libur saja aku boleh pulang bertemu kedua orang tua dan sanak sodaraku di hutapungkut. Dikelas 7 aku suka meminjam buku di perpustakaan sekolah yang kebanyakan bukunya menggunakan bahasa Belanda, dari buku-buku itu aku belajar bahasa Belanda. 

Buku-buku yang pernah aku baca antara lain kisah-kisah para pahlawan Belanda seperti Laksamana De Ruyter ( pahlawan perang tahun 1880-an), Napoleon Bonaparte dan Perang Boer di Afrika Selatan. Di tahun terakhir aku menderita sakit keras, berhari hari aku tidak sadarkan diri sehingga aku kembali ke kampung. Aku hanya di rawat dirumahku tanpa di periksa oleh dokter, sehingga tidak ada yang tahu apa penyakit yang dideritaku.

Pada tahun 1932, aku mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di HIK ( Hollandsche Indische Kweekschool ) yaitu sekolah guru di Bukittinggi. Aku sangat senang karena hanya satu orang saja yang terpilih dari tiap sekolah rendah di Sumatera dan Kalimantan yang bisa bersekolah di sekolah guru itu. Di Bukittinggi aku tinggal di asrama selama 3 tahun. 

Di sekolah aku termasuk siswa yang masuk dalam 5 besar di kelas. Banyak sekali perubahan yang kualami setelah aku bersekolah di Bukittinggi, dulu kakiku tidak beralaskan apa-apa tapi setelah aku datang kesana kakiku beralaskan sepatu, makan dengan sendok dan garpu dan hidup dalam disiplinnya asrama. Guru-guru di HIK adalah orang Belanda , kecuali guru seni rupa dan bahasa Melayu.

Pada Tahun 1935, Aku berangkat ke Bandung untuk menamatkan sekolah guruku. Disana aku satu kelas dengan siswa-siswa sekolah guru di seluruh Hindia Belanda yang di bubarkan. Dari Padang aku berlayar naik kapal milik Belanda. Perjalanan untuk mencapai pelabuhan Tanjung Priok memakan waktu empat hari empat malam. Setelah tiba di Bandung, aku mulai belajar bersama 25 siswa dalam satu kelas. Semua berasal dari sekolah yang dibubarkan. Ada yang dari Blitar, Yogyakarta, dan lain lain. 

Aku sekamar dengan siswa asal Cirebon dan Madura. Tahun 1938 aku menyelesaikan sekolahku di Bandung dan mengikuti ujian akhir AMS di Jakarta. Kemudian aku mengajar untuk pertama kalinya di Bengkulu. Di Bengkulu aku tinggal di rumah kepala sekolah tempatku mengajar. Tetapi aku dan tiga teman lainnya memutuskan untuk menyewa rumah karena tidak enak dengan anak gadis kepala sekolah.

Banyak sekali kenangan yang kualami selama aku tinggal di sana. Salah satunya aku bisa bertemu dengan seorang tokoh yang aku kagumi sedari dulu. Saat itu ia menjadi tawanan penjajah Belanda. Ya, dia adalah Soekarno. Rumah perasingannya tidak jauh dari sekolah tempat ku mengajar dan tempatku tinggal. Setiap kali ku melewati rumah perasingan nya aku selalu menyapa dan tersenyum pada beliau. Hingga pada suatu hari, saat aku melewati rumahnya seperti biasa, beliau ada di depan rumahnya, " Hey nak, mampirlah kemari " kata Soekarno sambil melambaikan tangan. Sontak seketika aku terkejut, tak pernah terbersit dalam diriku aku akan dipanggil oleh seorang tokoh yang aku kagumi. 

Tanpa basa basi lagi aku langsung menghampiri beliau. Aku di persilahkan duduk di teras rumahnya. Beliau sangat baik dan berjiwa muda, kami berbincang bincang cukup lama. Dalam kesempatan itu aku ditawari masuk Indonesia Muda. Tetapi aku belum menanggapi serius, karena waktu menunjukkan sudah semakin sore aku berpamitan pulang.

" Sepertinya saya pamit pulang sekarang pak, sudah semakin sore, saya akan bersiap pergi ke masjid pa ".

" Ya, silahkan-silahkan "

" Terimakasih ya pak atas waktunya "

"ya, sama sama Silahkan-silahkan " sambil berdiri.

Akupun laangsung meninggalkan tempat. Saat itu perasaan ku benar benar senang, tak mengerti harus seperti apa.

Singkat cerita hari hariku di Bengkulu sangat lah cepat berlalu. Pada tahun 1938 aku di pindahkan tugas ke Muara Dua, Sumatera Selatan (Palembang) untuk mengisi lowongan guru karena ada yang pindah tugas.. Tapi disana aku ditugaskan sebagai kepala sekolah. Sekolah di Muara ini terletak di kompleks pasar yang belum mempunyai gedung sendiri. 

Tugasku sangat banyak pada saat itu, melihat bangunan sekolah yang sangat tua membuatku ingin membangun kembali bangunan tersebut.. pembangunan berjalan seperti yang aku mau tapi pembangunan harus berhenti karena uang pembangunan sekolah di kuras habis oleh guru yang merangkap sebagai bendahara. 

Sehingga alternatif yang di amil, gaji dari guru tersebut dipotong beberapa persen untuk menutupi biaya pembangunan gedung sekolah. Saat itu aku sangat kesal, entah dimana rasa tanggung jawabnya, melihat uang ia langsung gelap mata. Tetapi uang yang di dapatkan dari hasil potongan gaji guru, belum bisa biaya pembangunan sepenuhnya, hingga pada akhirnya dengan berat hati aku meminta orang tua murid memberikan bantuan sekedar untuk biaya tambahan. Pada awalnya aku tidak ingin menyusahkan orang tua murid juga tapi pada kenyataannya mereka semua bersedia membantu.

Singkat cerita hari-hariku berlalu seperti biasa, aku merasa bosan dengan lingkungan di sana tidak seperti di Bengkulu. Terbersit dalam hatiku aku ingin beralih profesi, tapi itu semua cepat aku tangkas. Namun, setiap hari berlalu rasa ingin masuk kemiliteran dalam diriku semakin besar. Aku ingin berbakti untuk negeri ini, meskipun menjadi guru juga adalah salah satu bakti terbaik untuk negeri ini. 

Hingga pada satu ketika aku tidak bisa tidur semalaman memikirkan keinginanku sebenarnya. " apakah aku harus tetap menjadi guru atau aku ingin mencoba masuk kemiliteran ? " pertanyaan itu selalu terngiang dalam pikiranku. Maka dari itu, Dengan berat hati aku memutuskan untuk meninggalkan sekolah yang belum selesai aku bangun untuk meraih apa yang aku ingin kan.

Perpisahan dengan murid muridku menjadi hal terberat saat aku pamit meninggalkan sekolah. Setalah acara perpisahan yang menguras air mata, tapi aku berusaha menahannya agar tidak terlihat cengeng, aku pergi meninggalkan muara dua. Keinginan ku masuk militer tak bisa secepatnya menjadi kenyataan, masuk sekolahnya saja aku membutuhkan biaya. Maka dari itu, aku melanjutkan perjalanan ke Tanjung Raja, disana aku juga mendapatkan pekerjaan sebagai guru. Saat itu di pikiranku," aku ambil saja pekerjaan itu, dan uang yang aku dapat akan aku gunakan untuk pergi ke pulau jawa ". Disana aku hanya berniat untuk mengumpulkan uang. Singkatnya saja, uang yang aku kumpulkan dari hasil mengajar di tanjung raja, sudah mencukupi untuk aku pulang ke pulau Jawa. Dengan berat hati kembali aku pergi meninggalkan murid -muridku.

Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda-pemuda Indonesia yang di kenal sebagai Corps Opleiding Reserve Officieren ( CORO ) dengan syarat utama mempunyai ijazah HBS atau AMS. Karena aku pernah menempuh pendidikan AMS maka aku pun memutuskan untuk mengikuti seleksi nya. Saat itu seleksinya masih dilakukan di Palembang. Setelah melalui tahapan seleksi, tiba saatnya untuk pengumuman siapa saja yang lulus. Dan tanpa disangka sedikit pun aku dinyatakan lulus. Saat itu aku langsung membuat surat untuk orang tua ku di kampung, agar mereka tahu sekarang anaknya akan masuk kemiliteran.

Setelah pengumuman tersebut yang menyatakan aku Lulus. Aku langsung berlayar ke Bandung untuk menjalani kehidupan ku di asrama taruna CORO. Di Bandung, Aku harus berinteraksi dengan pemuda-pemuda Belanda karena saat itu hanya belasan pemuda pribumi yang masuk CORO, Diantaranya ada Alex Kawi, M.M.R kartakusumah, Aminin, T.B. Simatupang, Askari, dan Samsudarto.

Pada saat itu, pemerintah Kolonial Belanda mengadakan suatu proses untuk secepatnya mengisi kebutuhan akan perwira-perwira. Pada tingkat pertama semua peserta menjadi milisi biasa. Pada tingkat kedua dilakukan seleksi kembali, yang terpilih akan dinaikkan pangkatnya menjadi Bintara Bintara milisi. Kemudian di seleksi lagi, yang terpilih akan menjadi taruna-taruna langsung tingkat kedua Akademi atau menjadi calon perwira cadangan dengan pangkat pembantu letnan.

Hari pertama ku jalani dengan mengikuti kegiatan baris berbaris. Kehidupan menjadi tentara sangatlah keras dan benar-benar menuntut disiplin dan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Setelah menjalani hari berbulan bulan di asrama pada bulan September 1940, aku naik pangkat menjadi kopral. Dan tiga bulan kemudian aku mendapatkan kesempatan untuk naik lagi menjadi sersan. Aku tak pernah menyangka perjalanan di kemiliterankuu sangat di mudahkan tuhan.

Pada zaman Jepang 1942-1945 aku bertugas sebagai pegawai kota praja Bandung yang kemudian berhenti bergabung dengan angkatan muda Bandung dan aku di angkat sebagai batalion pelopor. Pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 aku berada di Bandung. Senang rasanya mendengar bumi Pertiwi sudah merdeka. Sebagai mantan tentara Belanda Atau KNIL, aku berpikir saat itu untuk membentuk badan ketentaraan yang resmi untuk menjadi tulang punggung pertahanan dan keamanan. 

Untuk menampung aspirasi pemuda dalam bidang kemiliteran, setelah itu pemerintah lantas membentuk badan keamanan Rakyat ( BPK ). Aku diangkat sebagai penasehat di BPK Bandung. Selain itu pemerintah pada saat itu juga telah mendenkrit pembentukan tentara. Jendral Urip Sumoharjo yang merupakan mantan perwira KNIL diangkat menjadi kepala staf komani TKR. Di Jawa Barat penyusun TKR di serahkan kepada Didi Kartasasmita. Kemudian aku diminta untuk membantu Didi menjadi kepala staf komandemen TKR Jawa barat yang bermarkas di Tasikmalaya.

Waktu sangat cepat berlalu tak terasa tahun 1945 sudah berlalu saat ini tahun 1946. Pada tahun ini takdir menjadikanku panglima Divisi III atau Divisi Siliwangi menggantikan Arudji Kartawinata, dengan tugas pertamaku adalah berorganisasi dan mengkonsolidasi front Bandung untuk menghadapi Divisi Inggris. Selama di divisi Siliwangi kegiatan ku sangat lah padat.. Pada tahun ini kebijakan rasionalisasi dari pemerintah akibat siasat politik Belanda dengan membentuk Negara pasundan.

Di sela-sela kesibukan ku mempersiapkan Serangan terhadap Belanda. Rasa rindu yang tak terbendung karena sudah sekian lama tidak bertemu kekasih hati. Membuat ku pergi bertemu dengan Sunarti putri dari bapak Gondokusuman di Ciwidey. Pagi hari aku sudah berangkat dan sampai pada waktu makan siang.

" Assalamualaikum " Aku mencoba mengetuk pintu rumah Sunarti

" Waalaikum salam " jawaban salam yang tidak asing lagiterdengan dari dalam rumah diiringi langkah kaki. Sunarti membuka pintu dengan senyuman lebar

" Hay pujaan hati, apa kabar ? "

" Apa sih Uda, pakai pujaan hati segala " Sunarti tersipu malu

" Jawab dulu apa kabarnya ? "

" Alhamdulillah baik uda" masih menunduk karena malu

" Nak ajak Uda masuk, jangan berdiri saja " teriak ibunya Sunarti dari dalam rumah. Aku pun menghampiri ibunya untuk bersalaman.

" Apakah Bu ? " tanyaku

" Alhamdulillah Baik nak, mantu ibu ini semakin tampan rupanya " jawab ibu, membuat ku tersipu malu. Aku kembali lagi ke ruangan tamu untuk melepas rindu dengan kekasih hatiku.

" Bagaimana kabar Uda ? "

" Seperti yang ibumu katakan aku semakin tampan karena aku selalu sehat, jadi aura ketampanan ku semakin keluar "

" Apa sih Uda, tidak nyambung sekali " sambil tertawa kecil.

" Bagaimana dengan sekolahmu dek ? " Tanyaku

" Sekolah ku baik baik saja, tapi memang sudah suratan takdir bagi setiap pelajar sepertinya setiap hari dihadapkan dengan begitu banyak tugas "

" Tapi dari berbagai tugas itu nanti kamu akan merasakan buahnya "

" iya, benar Uda "

" Bagaimana dengan Uda? Bagaimana kesibukan sekarang ? "

" Banyak sekali yang harus aku urus, karena nyatanya meskipun kita sudah merdeka masih ada masalah masalah yang di hadapi negeri ini "

" Iya, benar sekali uda " .

Kami terus berbincang, bercerita satu sama lain. Tak terasa hari sudah semakin sore. Tak ingin rasanya aku pergi meninggalkan kekasih hati. Tapi sayangnya tugas mengharuskan ku pulang.

" Sepertinya aku harus pamit sekarang dek, hari sudah semakin sore "

" Tak terasa waktu cepat berlalu " Sunarti menundukkan kepala

" Secepatnya Uda kemari lagi " aku berusaha membuat suasana hatinya membaik

" Ya sudah Uda "

Aku beranjak dari tempat dudukku dan izin pulang kepada ibu sunarti. Setelah aku izin pulang, aku lantas menaiki kendaraan ku.

" Assalamualaikum " ku teriakan dari dalam mobil dan mulai melaju.

Setelah sejenak pelepas penat aku kembali lagi beraktivitas seperti biasa. Rasannya hanya di tinggal satu hari saja tugasku sudah menumpuk. Keesokan harinya seperti biasa aku kembali disibukkan dengan tugas kantor yang menumpuk. Setelah aku pulang menemui kekasih ku, rasanya tak ingin aku berpisah dengannya lagi. Sebenarnya terbersit dalam hatiku untuk segera mempersunting nya tapi aku merasa aku belum punya cukup persiapan untuk memintanya mendampingi diriku sampai sisa usianya. Tapi setelah aku berpikir lagi, nikah itu suatu hal yang baik, dan bermakna ibadah. Setelah seharian penuh aku memikirkan hal ini aku merasa aku harus mempersunting nya segera. Setelah aku divisiku di kukuhkan aku akan segera pergi menemui nya.

Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, akhirnya pada tanggal 17 Februari 1947 sekarang adalah hari pengukuhan divisi Siliwangi. Aku akan menghadiri acaranya sekitar jam 07.00 pagi. Setelah itu, aku ingin menemui seseorang untuk menyampaikan sesuatu. Acara selesai cukup lama, jam 13.00 acara baru saja selesai. Tapi tanpa memikirkan hal apapa lagi, meskipun hari sudah semakin siang tali aku tetap akan pergi ke tempat seseorang. Ya, aku akan pergi ke tempat Sunarti. Perjalanan dari Bandung ke Ciwidey aku tempuh cukup lama.

Jam 16.00 aku baru saja sampa. Sebenarnya aku tidak memberinya kabar bahwa aku akan datang hari ini. Tapi, aku harap dia ada di rumah, karena belakang dia sibuk sekolah.

" assalamualaikum " aku mengetuk ointu rumahnya

" Waalaikumsalam " terdengar jawaban dari seseorang di balik pintu. Setelah dibuka ibu Sunarti yang membukanya.

" Yaamapun uda, mari masuk masuk ". Aku pun tersenyum malu sambil bersalaman dengan calon ibu mertuan.

" Terimakasih Bu ".

" silahkan duduk, ibu akan panggilkan Sunarti dulu "

" Tapi Bu, apakah Sunarti tida sibuk ? "

" Tidak, terakhir ibu lihat dan ibu tanya dia sudah menyelesaikan tugas tugas nya. Tunggu ya, ibu panggilkan dulu, silahkan duduk "

" Baik Bu " Aku menuruti apa yang ibu katakan. Perasaan ku saat ini campur aduk aku merasa senang aku bisa menemui kekasih hatiku tapi aku merasa sangat gugup. Tiba- tiba Sunarti datang. Perasaan ku mulai tidak karuan

" Hay uda " menghampiri diriku sambil tersenyum

" Hay dek, apa kabar ? "

" Alhamdulillah baik "

" Kenapa uda tidak mengabari aku, kalo uda mau kemari "

" Ya kan sekali kali uda ingin ngasih kejutan buat adem " . Mendengar jawaban

Ku Sunarti tertawa kecil begitu manis

" Tapi, ngomong-ngomong uda baru selesai bekerja?" Dia berbatanya karena melihat aku mengenakan pakaian kerja.

" Oh iya, hari ini aku sudah menghadiri acara penting "

" apa itu uda? "

" Divisi ku bekerja, Divisi Siliwangi, sekarang sudah di kukuh kan"

" Wah itu kabar bagus sekali. "

" Makanya aku kemari karena aku ingin memberitahu hal ini secara langsung ... Tapi ada satu hal lagi yang aku ingin sampaikan "

" Apa itu uda "

" Tolong panggilkan orang tua mu dek " . Perasaan ku sudah semakin tidak karuan.

" Baik uda"

" Terimakasih dek". Setelah itu Sunarti beranjak dari tpat duduknya dan memanggil ibunya.

" Bu, Pak bisa ke depan sebentar?. Katanya uda ingin menyampaikan sesuatu "

" Apa itu nak "

" aku juga tidak tahu bu, lebih baik kita ke depan saja sekarang ". Mereka berjalan menghampiri diriku yang sedang dudu di ruang tamu.

" ada apa nak ? " Tanya ibu sambil duduk

" Jadi begini Bu, rasanya yang aku akan katakan itu akan membuat bapa dan ibu terkejut. Tapi saya harap bapa dan ibu bisa mendukung saya. Jadi kedatangan saya kemari dengan buburu buru setelah saya menghadiri acara pengukuhan hannyalah satu hal. Nas datang kemari, di depan ibu dan bapa tapi bapa tidak ada, nas ingin mengutarakan niat baik nas. Tapi semoga niat ini ibu bisa Ridhoi . Jadi tanpa berpanjang panjang nas datang kemari ingin meminta Sunarti untuk mendampingi nas sampai maut memisahkan " uh, aku gemetar mati. Tapi aku melihat wajah terkejut dari Sunarti dan ibunya. Tapi, aku yakini wajah terkejut tersebut adalah bentuk ungkapan yang positif. Tapi di situ Sunarti tidak bisa berkata kata

" Dek sunarti, uda rasa, uda bukan lah seseorang yang baik, tapi uda setiap hari selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Uda harap, Uda bisa menjadi menjalani sisa hidup Uda bersama Ade dengan penuh rasa cinta. Maka dari itu , dengar menyebut Bismilah maukah Adek menikah dengan Uda ". Aku berusaha meraih cincin yang ada di saku ku. Tapi di situ Sunarti terlihat sangat terkejut. Ia menangis tapi ada senyum kecil di pipinya

" Jangan menangis saja nak, jawablah " Ibu berusaha menenangkannya

" Uda ini semua benar-benar kejutan untuk adek. Tapi sebelum itu izinkan adek tanya ditanyakan dulu pada ibu dan bapa. ".

" Ibu, bapak menurut kalian bagaimana "

" Kalau menurut bapa, terserah kamu saja. Menurut bapa Nasution itu orang yang baik dan bertanggung jawab, karena kamu yang menjalankan jadi bapa terserah kamu saja."

" Ibu juga seperti itu nak, ibu serahkan semuanya pada mu. Ibu mendukung semua keputusan yang kamu ambil"

" Bismilah, dengan restu ibu bapa. Aku terima lamaran Uda "

" Alhamdulillah " aku menunduk bahagia dan lega. Setelah itu aku berusaha menyematkan cincin di jadi manisnya

" Ibu dan Bapa hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian, selebihnya untuk masalah kedepannya seperti pernikahan ibu serahkan pada kalian berdua. "

" Baik lah silahkan kalian habiskan waktu bersama dulu " ucap bapa sambil bangkit dari duduknya.

Setalah ibu bapak pergi kami berbincang- bincang panjang lebar. Kami memutuskan untuk melangsungkan pernikahan pada tanggal 39 Mei 1947. Tapi aku belum yakin orang tua ku dari kampung bisa datang. Dengan kondisi mereka terutama ibu ku yang sering sakit-sakitan membuatku khawatir. Setelah hari berganti dari siang menjadi malam, aku pamit pulang. Karena besok harus bekerja.

Singkat cerita, hari H pernikahan ku dan Sunarti sudah semakin dekat. Semua persiapan kami lakukan bersama. Mulai dari riasan pengantin, pakaian, tradisi yang akan kita gunakan sampai hal-hal kecil pun kita persiapan. Aku berharap keluargaku bisa datang dari kampung tapi setelah di konfirmasi kembali mereka semua tidak bisa datang. kami semua mendukung keputusan mu, asalkan itu yang terbaik untukmu na tutur ayahku dari surat balasan yang ia kirim.

Akhirnya hari yang di tunggu tunggu pun tiba. Aku berangkat dari Bandung di dampingi teman teman ku dari divisi Siliwangi. Sesampainya disana aku di sambut dengan tradisi Sunda yang kental. Tetapi sebenarnya di dalam hatiku aku merasa sangat gugup. Setelah semua rangkaian acara sebelum ijab kobul selesai. Pengantin wanita alias Sunarti di dampingi sodara-sodarnya keluar dari kamar dan kemudian didudukkan di sebelahku. " Masyaallah cantiknya " bisikku di telinga Sunarti. Ia membalas dengan senyuman kecil saja. Aku mulai gugup kembali setelah penghulu menuturkan apa saja yang harus aku lakukan. Hingga tiba saat nya aku di suruh berjabat tangan dengan bapa Sunarti. Pertanda ijab kabul akan segera dilakukan.

" Ananda Abdul Haris Nasution bin Abdul Halim Nasution saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya Yohana Sunarti binti Gondokoesoemo dengan maskawin seperangkat alat solat dan yang semuas 1000 meter persegi di bayar tunai "

" Saya terima nikah dan kawinnya Yohana Sunarti binti Gondokoesoemo dengan maskawin tersebut tunai ".

" Bagaimana para saksi "

" sah "

" Sah "

" Alhamdulillah " Ujar diriku.

Akhirnya aku dan Sunarti sudah resmi menjadi suami istri. Rangkaian pernikahan belum usai sampai di situ saja. Kami harus melakukan tradisi pernikahan sunda seperti meulum harupat, nincak endog dan saweran. Banyak tamu yang berdatangan baik dari keluarga Sunarti maupun teman-teman ku. Tapi sayangnya keluarga ku tidak ada yang hadir karena terpisah jarak dan juga keadaan yang tidak memungkinkan untuk ibuku bepergian disaat sakit. Acara selesai sampai pukul 15.00. setelah selesai aku langsung bersih bersih. Malampun tiba, kami masih melayani tamu-tamu yang masih keluarga sendiri. Aku berkenalan dengan setiap keluarga Sunarti mulai dari laman dan bibinya, sepupu dan keponakannya. Tak terasa malam semakin larut. Karena aku melihat Sunarti sangat kelelahan akun membiarkannya tidur terlebih dahulu.

Keesokan harinya, aku habiskan untuk mengemasi barang-barang, terutama barang-barang Sunarti. Karena ia akan aku bawa untuk tinggal dibandung. Sanggat di sayangkan aku hanya di beri cuti 2 hari untuk menikah jadi hari ini adalah hari terakhir ku cuti. Besok aku sudah mulai bekerja kembali. Tapi tidak apa-apa, sekarang ia sudah tinggal bersamaku jadi tidak masalah.

" Dek apa kamu akan bawa ini ? " aku menunjuk pada lukisan yang ia buat sendiri

" Aku rasa tidak Uda, tidak ada cukup ruang untuk menyimpannya "

" Tidak apa-apa bawa saja, kita bisa tenteng lukisannya "

" Ya sudah kalo Uda mau "

" oh iya Uda , Uda biasanya berangkat jam berapa kalo kerja ?"

" biasanya pagi-pagi, jam 7 Uda sudah berangsur "

" Ada apa dek? "

" Ngga papa Uda "

" hmmm pasti kamu sudah memikirkan mau menyiapkan sarapan dan membantuku bersiap di pagi hari ya? "

" bukannya itu tugas seorang istri uda?"

" Aduh Masya Allah nya istri aku" aku menghampiri nya dan mencium keningnya. Sunarti tersipu malu. Dari pagi sampai siang kami habiskan waktu untuk beres beres barang yang akan di bawa. Setelah itu kami bersiap siap. Setelah Ashar kami memutuskan pulang. Saat kami izin pulang, tangis ibu dan Sunarti pecah.

" Ibu Sunarti izin pamit, do'akan Sunarti dan Uda Bu " Sunarti menangis

" Iya nak, Jaga diri disana ya, Uda tolong jaga anak ibu ya, bimbing dia dan kasihi dia. Dan kamu nak patuhilah suamimu."

" Baik bu " ujar ku

Setelah berpamitan, kami pun langsung pergi. Kami sampai di Bandung sekitar jam 18.00 . Setelah sampai kami bersih bersih dan membereskan barang barang yang kami bawa.

Keesokan harinya aku bangun seperti biasa, tapi kali ini berbeda. Setelah aku mandi dan bersiap aku di suguhkan dengan menu sarapan pagi yang sederhana namun terasa nikmat jikalau buatan istri sendiri.

" Uda, silahkan sarapan dulu ".

" mmmm, wanginya harum banget. Ammmm " aku melahapnya

" Gimana rasanya, gaenak ya ?

" Mmmm, enak banget "

" Bohong Uda "

" Ih gapercaya , bener ini nasi gorengnya enak banget "

" Alhamdulillah kalau Uda suka "

Selepas makan, aku pamit pergi bekerja.

" Dek kalau kamu bosan di rumah, kamu carilah udah segar di luar, jalan-jalan kedepan, yaa "

" Baik Uda "

" yasudah Uda pergi dulu ya , assalamualaikum " Sunarti mencium tangan ku

" waalaikumsalam , hati hati Uda "

Hari-hari terus berlalu seperti itu mulai sekarang, ada yang membangunkan ku di pagi hari, menyiapkan bajuku, menyiapkan sarapanku, lengkap sekali hidupku. Dan kehidupanku pun sebagai panglima divisi Siliwangi pun terus mengalir. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, hari kehari, Minggu ke Minggu, bulan ke bulan dan tahun ke tahun rasanya cepat berlalu. Tanggal 17 Februari 1948 aku diangkat menjadi panglima besar dan kolonial Hidayat sebagri Wakil I KSAP. Mulai sekarang banyak sekali tanggung jawabku.

Saat ini tanggal 18 September 1948 terjadi pemberontakan partai komunis Indonesia ( PKI ) di Madiun. Dalam rangka menumpas pemberontakan PKI presiden Soekarno memerintahkan aku untuk membuat konsep operasi penumpasan. sebagai wakil panglima besar dan anggota dewan siasat militer aku dapat mengonsepkan dengan segera rencana pokok untuk menindak PKI seperti yang diminta oleh bapak presiden Soekarno. Konsep ini pada pokoknya menyelamatkan pemerintahan menindak pemberontakan dengan menangkap tokoh-tokoh dan membubarkan organisasi pendukung atau simpatisannya. Konsep ini kemudian aku sampaikan kepada presiden Soekarno untuk dipertimbangkan, setelah mengkaji presiden Soekarno akhirnya menyetujui. Selanjutnya setelah mendapatkan persetujuan dari presiden Soekarno aku langsung melaporkan semua tindakan yang harus dilakukan kepada panglima besar jenderal Sudirman. Untuk mengatasi pemberontakan Madiun ini kemudian diadakan sidang dewan siasat militer.

Sebagai kepala staf koperasi, aku bertugas menyiapkan rencana-rencana operasi. Di samping itu dalam kedudukan ku sebagai panglima Siliwangi,aku memerintahkan brigade brigade untuk bergerak ke arah solo dan Semarang kemudian melakukan serangan ke Madiun dari arah barat.

Tidak berapa lama setelah Pemberontakan PKI di Madiun dapat ditumpas, kemudian Belanda melakukan Agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948 dan berhasil merebut ibukota Republik Indonesia Yogyakarta. Jauh sebelum Agresi Militer II Belanda ini, Presiden telah mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 14 tertanggal 14 Mei 1948, tentang reorganisasi APRI. Pada tanggal 28 Oktober 1948, Komando Djawa dan Komando Sumatera dibentuk. Kolonel Abdul Haris Nasution ditetapkan sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD). Markas Besar Komando Djawa itu membawahi 4 Divisi dan tiga Daerah Militer (Teritorium Militer). Setiap Panglima Divisi ditetapkan merangkap sebagai Gubernur Militer, kecuali Panglima Divisi IV /Siliwangi.

Ketika Yogyakarta diserbu oleh Belanda, Panglima Tentara Teritorium Djawa (PTTD) sedang mengadakan inspeksi ke Jawa Timur. Pada hari ini 19 Desember 1948 pagi Letnan Kolonel Kretarto, melaporkan kepada ku bahwa Belanda telah membombardir Wlingi, Kepanjen, Maospati, Tuban dan lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta. Setelah mendengar hal tersebut aku bersama seluruh staf ku mengambil keputusan untuk segera kembali ke Yogyakarta. Dengan terburu-buru, pagiini juga rombongan meninggalkan Jawa Timur dengan menggunakan kereta api luar biasa (KLB) menuju Yogyakarta. Dalam perjalanan aku aku mendapatkan laporan mengenai situasi terakhir Yogyakarta yang telah jatuh di tangan musuh. 

Karena menurutku setiap keputusan penting harus dibicarakan bersama aku mendengarkan saran-saran dari para komandan setempat agar pttd membatalkan niatnya untuk kembali ke daerah yang sudah diduduki musuh dan supaya tetap memimpin gerilya di daerahnya. Akan tetapi hal lain terjadi, PTTD bersikeras meneruskan perjalanan. Akibatnya setelah perjalanan berhenti beberapa kali karena selalu dibayangi oleh pesawat-pesawat Belanda, pada pukul pukul 16. 00 rombongan tiba di stasiun srowot di daerah Prambanan.

Setelah aku mengetahui bahwa Maguwo telah dikuasai oleh musuh aku langsung memerintahkan kepada seluruh rombongan menuju arah utara ke lereng gunung merapi. Di sana, kita mulai perjalanan gerilya ke beberapa tempat lainnya. Selama aku menduduki jabatan sebagai panglima komando Djawa,aku menyusun hampir semua instruksi dan perintah kepada para komandan divisi brigade hanya saja untuk hal-hal yang khusus seperti logistik Aku dibantu oleh mayor Rudy Pirngadi, dan soal kesehatan dibantu oleh kolonel drg. Musthofa.

Aku memerintahkan para komandan untuk mempertahankan kemerdekaan mulai dari taktik tempur dengan cara gerilya, menghindari agitasi, perhubungan, non kooperasi, kekacauan, kabar bohong, kabar bohong, pembentukan pagar desa, dan kesehatan. Dengan instruksi-instruksinya itu tiap komandan di daerah mempunyai pegangan yang pasti untuk melanjutkan perjuangan melawan Belanda, sehingga kesatuan-kesatuan dibawahnya merasa tetap mempunyai pemimpin dan tidak berjuang sendiri.

Selama berlangsungnya agresi militer II ini, aku menggagas pembentukan pemerintahan militer serta perangkat pemerintahan yang terdiri dari pemerintahan pengadilan dan badan administrasi negara yang digagaskan akhirnya terbentuk di daerah daerah basis gerilya. dalam pemerintahan militer ini disusun pedoman kerja yang terdiri dan pertahanan defacto militer, pertahanan de facto pemerintahan, dan pelaksanaan kesejahteraan rakyat. 

Untuk pelaksanaan pertahanan militer, pemerintahan militer mempunyai pasukan yang mobil dan teritorial atau gerilya desa khususnya dan seluruh rakyat umumnya. Keadaan mobilisasi umum memberi hak kepada pemerintahan militer untuk mengerahkan semua tenaga. Selanjutnya untuk pertahanan de facto pemerintahan dijalankan oleh kepala daerah (residen, bupati dan camat otonomi) atas nama dan di bawah perintah taktis kepala pemerintahan militer.

Berhubung ibukota Yogyakarta jatuh, maka pemerintahan darurat dan pemerintahan pengasingan didirikan di Bukittinggi. Hubungan dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan wakil-wakil RI di India terus dilakukan oleh MBKD melalui Radio Republik Indonesia (RRI). Melalui hubungan ini, pemerintah Belanda tidak mampu menghapuskan keberadaan Negara RI dengan TNI nya yang tetap berdiri meskipun dalam ancaman agresi militer mereka.

Setelah pemberontakan di Madiun pangkas dan agresi militer 2 telah selesai. Pada tahun ini 1950 terjadi pergolakan di seluruh wilayah republik Indonesia, seperti pemberontakan DI/TII, APRA, RMS, Andi Azis, dan PRRI/Permesta. Untuk menghadapi berbagai pemberontakan ini, Abdul, aku sebagai KSAD memprakarsai politik keamanan "Kembali ke Pangkuan Republik dan Kembali ke UUD 1945". Usulan ku ini kemudian disetujui oleh Presiden Soekarno.

Dan pada tahun berikutnya pun aku diangkat sebagian kepala staf angkatan darat ( KSAD Ke 2 ) yang aku jabat sampai tahun 1952. Di tahun 1952 bertepatan dengan anak pertama ku lahir ada permasalahan yang aku hadapi, peristiwa tanggal 17 Oktober tahun 1952 aku harus bertanggung jawab dan mengundurkan diri sebagai KSAD. Ku jalani hari hari ku tanpa terlibat dalam kemiliteran. Aku menyibukan diri bersama putri pertama ku. Ku percaya dibalik cobaan yang menghadang ada rencana indah menanti disana.

3 tahun berlalu dengan sangat cepat, ditahun ini aku mendapatkan tawaran untuk bergabung bersama KSAD kembali. Aku pikir karena semuanya sudah membaik aku memberanikan diri untuk bergabung kembali. Akhirnya aku bergabung dengan periode 1955 -- 1962. Aku kembali menjalani hari-hariku seperti biasa. Konsepsi jalan tengah, adalah pidato ku yang disampaikan pada saat diesnatalis akademi militer nasional di Magelang pada bulan November 1958. Sebenarnya konsepsi ini merupakan penjelasan konsepsi presiden Soekarno, yang disusun pada Februari 1957. 

Dalam Konsepsi Presiden ini, Angkatan Bersenjata dikelompokkan dalam golongan fungsional. Namun belum ada penjelasan khusus di dalam pelaksanaannya. Inti gagasan ku adalah, bahwa tentara sebagai salah satu diantara kekuatan yang menentukan nasib bangsa tidak akan mengambil alih kekuasaan, tetapi akan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan pada semua tingkatan. Dalam pandangannya, tentara atau TNI adalah satu dari kekuatan rakyat Indonesia yang bahu membahu dengan kekuatan-kekuatan lainnya. Konsepsi Jalan Tengah inilah yang menjadi konsep dasr Dwifungsi ABRI al ini mengundang reaksi yang cukup keras terutama dari pihak PKI salah satu seorang tokoh PKI M.H. Loekman mendesak agar ABRI kembali saja ke barak.

Dengan reaksi ini, Aku menjawab bahwa keterlibatan ABRI dalam hal ini TNI AD, memiliki dasar hukum yang sah yaitu UUD 1945. TNI AD selaku golongan fungsional mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta secara aktif dalam masalah-masalah politik kenegaraan.

Dalam periode ini banyak sekali tugas yang harus kujalani. Aku berperan dalam perjuangan membebaskan irian barat baik tingkat politik maupun militer. Langkah awal yang kuambil adalah AH Nasution alisasi perusahaan-perusahaan Belanda. langkah selanjutnya meningkatkan aktivitas perjuangan ke dalam maupun ke luar negeri. Di dalam negeri dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB) pada tanggal 4 Januari 1958, yang meliputi unsur-unsur organisasi masyarakat, seperti buruh, tani, wanita, pemuda, dan militer. FNPIB dipimpin oleh ku yang kemudian dikukuhkan melalui keputusan Penguasa Perang Pusat No. KPTS/PEPERPU/013/1958. Organisasi FNPIB, meliputi tingkat pusat sampai ke daerah, bertugas menggalang kekuatan massa.

Sementara itu kenyataan-kenyataan yang dihadapi di bidang diplomasi memaksa Indonesia untuk lebih meningkatkan usahanya pada pembangunan potensi ofensif ABRI. Kemudian pada 1961 selaku KSAD, aku memerintahkan Deputy II KSAD, Brigjen Soeharto untuk membentuk pasukan Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad) yang berkekuatan satu Tentara (Army). Selain itu,aku juga memimpin misi pembelian senjata ke Amerika Serikat dan negara-negara blok Timur. Misi ini juga melakukan kunjungan ke negara-negara Jerman, Inggris, Perancis, dan Yugoslavia. Kemudian dilanjutkan ke Australia, Selandia Baru, Philipina, Thailand, India, dan Mesir. Kontrak pembelian senjata dari Uni Soviet merupakan kontrak pembelian senjata yang terbesar, yang dilakukan oleh misi ku dalam rangka Operasi Pembebasan Irian Barat.

Pada tanggal 11 Desember 1961, dua bulan setelah Komite Nasional Papua dibentuk, Pemerintah membentuk Dewan Pertahanan Nasional (Depertan). Aku diangkat sebagai Deputy II. Di samping itu aku diangkat menjadi Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (KOTI) Pembebasan Irian Barat (Pemirbar). Setahun kemudian, pada tahun 1962 aku selaku Menteri Keamanan Nasional/KSAD juga mengirimkan misi khusus ke luar negeri, dalam upaya menyelesaikan masalah Irian Barat ini Ia juga mengadakan pembicaraan dengan Ketua Partai Katolik Indonesia I.J .Kasimo, dan meminta pimpinan Partai Katolik menghubungi pimpinan Partai Katolik Belanda (KVP) agar dapat mempengaruhi Pemerintah Belanda dalam menyelesaikan masalah Irian Barat tersebut.

Saat ini malam tanggal 30 September tahun 1965 aku baru saja pulang bekerja dan menghadiri pertemuan-pertemuan penting. Udara malam saat ini sangatlah panas Aku tidak bisa tidur karena terlalu banyak nyamuk. Tapi tiba-tiba di luar sangat berisik istriku Sunarti menyadari kedatangan sesuatu. Iya langsung mengintip kebalik pintu dan melihat segerombolan pasukan cakrabirawa di luar rumah. Ia langsung menggendong anak kami yang kedua yaitu Ade Irma yang masih berusia 5 tahun.

Sunarti : " Uda sebaiknya kamu pergi sekarang, biarkan kami disini "

Aku : " Tidak, untuk apa aku pergi, jika kalian ada disini "

Sunarti : " Uda, aku mohon pada mu pergilah, mereka pasti mencarimu. "

Aku : " Tidak, aku tidak bisa pergi begitu saja "

Sunarti : " kumohon uda, cepatlah pergi sekarang "

Aku : " Tapi dek ".

Sunarti : " Tidak ada tapi-tapian Uda, mereka semakin mendekat "

Aku : " Baik lah, jaga diri kalian, maaf kan ayah nak " aku mengecup kening kedua putriku

Aku pun pergi meninggalkan mereka dengan melompat tempik rumah dari belakang. Dan bersembunyi di rumah Dubes Irak. Aku berusaha mengintip keadaan di luar dan terlihat pasukan Cakrabirawa sedang mencari ku. Dan aku melihat ajudan ku Pierre dibawa oleh mereka.

" Dor Dor Dor Dor " terdengar suara tembakan, mereka memberondong rumahku dengan tembakan. Hatiku sangat gelisah, pemimpin macam apa yang meninggalkan keluarga nya demi menyelamatkan diri sendiri.

" Dor " terdengar suara tembakan dan teriakan dari istriku. Aku tak tau apakah mereka selamat atau tidak.

Setelah 2 jam bersembunyi tepat pukul 06.00 WIB tanggal 1 Oktober 1965. Sembari tertatih-tatih, aku kembali ke rumahku dengan melompati pagar. Aku langsung mencari keberadaan istriku dan anak-anakku. Kudapati mereka bertiga sedang menangis tersedu-sedu sambil menatap anakku yang kedua berbaring lemah dengan bersumpah darah

Aku : " Anakku " ku tak bisa menahan kesedihan ku lagi

Aku tak bisa diam saja membiarkan kekacauan ini terjadi. Aku ingin menangkap para pengkhianat keji it. Ku meminta ajudan dan iparku untuk membawaku ke departemen pertahanan dan keamanan. Komandan-komandan Staf Markas Besar AD (Kostrad), Letkol Hidajat Wirasondjaja, Mayor Sumargono, dan iparnya, Bob Sunarjo Gondokusumo kemudian mengantarnya menggunakan mobil. Pada hari yang sama, aku, mengirimkan kabar kepada Panglima Kostrad Mayor Jenderal Soeharto mengenai keadaanku. Aku kemudian dibawa ke Makostrad untuk mengatur siasat penumpasan pemberontak G30S.

Operasi penumpasan G30S PKI diarah ke sejumlah tempat yang telah dikuasai para simpatisan PKI. Salah satunya adalah wilayah Bandar Udara Halim Perdana Kusuma. setelah daerah sekitar Istana Merdeka dan Medan Merdeka bersih dari pasukan G30S/PKI, maka operasi penumpasan terhadap kaum pemberontak ditujukan ke Pangkalan Halim Perdanakusuma dan sekitarnya yang digunakan sebagai basis oleh pemberontak.

Situasi militer di Ibukota segera berubah karena direbutnya inisiatif dari Gerakan 30 September PKI oleh Kostrad. Pangkostrad Mayjen Soeharto melalui Ajudan Presiden, Kolonel KKO Bambang Widjanarko, mengirimkan pesan kepada Presiden Soekarno agar meninggalkan kompleks Halim, selambat-lambatnya pada pukul 24.00, karena Kostrad telah mengetahui pangkalan itu merupakan basis kekuatan fisik pemberontak. Perkembangan menjelang petang, berlangsung dengan cepat, sehingga pemberontak yang berkedudukan di Halim dan sekitarnya merasakan tekanan situasi. Akhirnya, mereka segera menyingkir keluar Halim. Perintah Presiden melalui Brigjen Supardjo agar menghentikan gerakannya, menimbulkan kerumitan bagi D.N. Aidit, Sjam, dan Pono.

Dengan ketegasan sikap Mayjen Soeharto tersebut, yang dibarengi dengan operasi-operasi penumpasan secara militer, jelas bahwa Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma tidak akan mungkin dapat dipertahankan lagi. Presiden Soekarno beserta rombongan pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 23.30 telah meninggalkan Pangkalan Halim Perdanakusuma melalui jalan darat menuju Bogor. 

Kemudian pada pukul 01.00 dini hari tanggal 2 Oktober 1965, Jenderal Soeharto memerintahkan kesatuan-kesatuan RPKAD dibantu oleh Batalion 328 Kujang/Siliwangi, satu kompi tank dan satu kompi panser Kavaleri untuk membebaskan Pangkalan Halim. Kepada pasukan-pasukan yang ditugasi dipesankan, agar dalam melaksanakan perintah ini sedapat mungkin menghindarkan pertumpahan darah serta menghindarkan pengrusakan terhadap benda-benda yang berguna. 

Demikianlah sekitar pukul 03.00 pagi, pasukan tersebut bergerak menuju sasaran yang telah ditentukan. Pada pukul 06.00 pagi, lapangan udara Halim telah dapat dikuasai kembali. Namun karena luasnya kompleks Halim, kekuatan-kekuatan pemberontak ternyata tidak seluruhnya mengundurkan diri.

Gerakan penumpasan selanjutnya adalah menuju desa Lubang Buaya yang diperkirakan sebagai tempat pembunuhan terhadap 7 orang Perwira Tinggi Angkatan Darat. Dan disana Kemudian, ajudanku yakni Lettu Pierre Tendean dan enam jenderal TNI AD ditemukan di sebuah sumur berdiameter 75 sentimeter dan kedalaman 12 meter dalam keadaan tidak bernyawa. Pada pukul 14.00 gerakan pembersihan oleh satuan-satuan RPKAD dan Yon 328 Kujang di sekitar Cililitan dan Lubang Buaya dihentikan karena para pemberontak telah buyar melarikan diri ke luar kota.

Saat telah mengusai Halim dan bubarnya pasukan pemberontak, maka gagallah kudeta Gerakan 30 September yang didalangi PKI itu. Para pemimpin pemberontak meninggalkan Halim menuju ke Pondok Gede, dan selanjutnya menyelamatkan diri dari kejaran RPKAD. Langkah-langkah untuk menumpaskan G30S PKI terus berlanjut dengan sejumlah operasi yang dijalankan. Di antaranya adalah operasi Trisula di Blitar Selatan serta Operasi Kikis di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Melalui operasi penumpasan itu, para tokoh PKI berhasil ditangkap. Ketua PKI DN Audit yang dituding sebagai dalang pemberontakan ditemukan tewas tertembak dalam operasi tersebut. Sementara, sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) dan beberapa lainnya dijatuhi hukuman mati.

5 hari setelah pemberontakan yang keji itu. Tak ada yang menyangka sebelumnya, HUT TNI yang biasanya meriah hari ini diliputi oleh kesedihan. 5 Oktober 1965, tampaknya menjadi salah satu hari yang tak terlupakan bagi masyarakat Indonesia. Tepat di hari ini, dilangsungkan pelepasan jenazah para jenderal yang terbunuh akibat kekejaman PKI. Aku membacakan pidato di Taman Makam Pahlawan Kali bata, Jakarta. Sebelum melepas jenazah, aku membacakannya dengan terbata-bata dan sesekali menitikkan air mata.

"Para prajurit sekalian. Kawan-kawan sekalian. Terutama rekan-rekan yang sekarang kami sedang lepaskan. Bissmillahirrahmanirrahiim. Hari ini hari angkatan bersenjata kita, hari yang selalu gemilang, tetapi yang kali ini, hari yang dihinakan, oleh fitnahan, dihinakan oleh pengkhianatan, dihinakan oleh penganiayaan," ujar ku

"Tetapi hari angkatan bersenjata kita, kita setiap prajurit tetap rayakan dalam hati sanubari kita, dengan tekad kita, dengan nama Allah yang maha kuasa, bahwa kita akan tetap menegakkan kejujuran, kebenaran, keadilan; Jendral Suprapto, Jendral Hartono, Haryono, Jendral Parman, Jendral Panjaitan, Jendral Sutoyo, Letnan Tendean," lanjutku

"Kamu semua mendahului kami, kami semua yang kamu tinggalkan punya kewajiban meneruskan perjuangan kita, meneruskan tugas angkatan bersenjata kita, meneruskan perjuangan TNI kita, meneruskan tugas yang suci," lanjutku.

"Kamu semua, tidak ada yang lebih tahu dari pada kami yang di sini, dari pada saya sejak 20 tahun kita selalu bersama sama membela negara kita, perjuangan kemerdekaan kita, membela pemimpin besar kita, membela cita cita rakyat kita," sambung ku

"Justru di sini kami semua, saksi yang hidup, kamu adalah telah berjuang, sesuai dengan kewajiban kita semua, menegakkan keadilan, kebenaran, kemerdekaan. Tidak ada yang ragu-ragu, kami semua sedia juga, mengikuti jalan kamu. Jika memang fitnah mereka itu benar, kami akan buktikan," sambungku

"Rekan-rekan, adik-adik saya sekalian. Saya sekarang sebagai yang tertua, dalam TNI yang tinggal bersama lainnya, akan meneruskan perjuangan kamu, membela kehormatan kamu, menghadaplah sebagai pahlawan, pahlawan dalam hati kami seluruh TNI," paparku

"Sebagai pahlawan menghadaplah, kepada asal mula kita, yang menciptakan kita, Allah SWT. Karena akhirnya Dialah Panglima Kita Yang Paling Tertinggi. Dialah yang menentukan segala sesuatu, juga atas diri kita semua," lanjutku

"Tetapi dengan keimanan ini juga, kami semua yakin, bahwa yang benar akan tetap menang, dan yang tidak benar akan tetap hancur. Fitnah, fitnah berkali kali, fitnah lebih jahat dari pembunuhan, lebih jahat dari pembunuhan, kita semua difitnah, dan saudara-saudara telah dibunuh, kita diperlakukan demikian," sambungku

"Tapi jangan kita, jangan kita dendam hati, iman kepada Allah SWT, iman kepada Nya, mengukuhkan kita. Karena Dia perintahkan, kita semua berkewajiban, untuk menegakkan keadilan dan kebenaran," tandasku

Setahun kemudian setelah kejadian yang keji. Pada saat paling bergejolak, di tahun 1966, tepatnya bulan Februari setelah Tritura (aksi KAMI), aku berhenti sebagai Menko Hankam/KASAB (jabatan tersebut dihapuskan oleh presiden). Namun, setelah Supersemar dan diadakan pembaharuan kabinet, aku diangkat kembali sebentar sebagai Wakil Panglima Besar Komando Ganyang Malaysia (KAGOM), bahkan aku dipilih oleh sidang Umum ke-4 MPRS sebagai ketua MPRS. Bahkan aku pun diangkat sebagai Anggota Dewan Kehormatan RI.21 Nyaris bersamaan dengan surat pengunduran ku dari panggung politik, karir politik ku pun mulai redup. Pertama kali

Aku mendengar rumor bahwa aku akan di pensiun pada tahun 1966, saat usianya 47 tahun. Hal itu didengar saat ia melepas jabatannya sebagai Menhankam/Kasab akibat dicopot Presiden Soekarno. Kepastian pencopotan jabatan ku baru terjadi pada tahun 1972 saat usia ku 53 tahun. Saat itu aku memasuki Masa Persiapan Pensiun (MPP). Kabar bakal dipensiunkannya aku memang makin santer. Kapuspen ABRI Brigjen Augst Merpaung pada pertengahan April 1972, memberikan keterangan pers bahwa aku telah diberitahu secara resmi tentang Masa Persiapan Pensiun (MPP).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun