Mohon tunggu...
Meyfa Nur Isnaeni
Meyfa Nur Isnaeni Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 7

Semangat!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bakti untuk Negeri

21 November 2021   07:27 Diperbarui: 21 November 2021   07:33 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam masyarakat kampungku pemuda-pemuda yang menamatkan sekolah di HIS dianggap "terpelajar". Setiap hari aku berangkat naik bendi atau delman kesekolah karena pada saat itu tidak ada kendaraan. Di sekolah aku menyukai mata pelajaran ilmu bumi dan sejarah. Aku mendapatkan nilai tinggi untuk mata pelajaran itu. Di sekolah dasar aku memperoleh pendidikan kebangsaan yaitu cinta tanah air. Sekitar pukul 14.00 sampai 15.00 selepas pulang sekolah aku sembahyang. Dan melanjutkan mengaji di madrasah dekat rumah hingga magrib tiba.

Tahun 1931aku harus rela meninggalkan kampungku, karena aku naik kelas 7 dan harus masuk " sekolah sore ". Karena itu aku dititipkan pada sodaraku yang tinggal di kota Nopan. Hanya pada hari libur saja aku boleh pulang bertemu kedua orang tua dan sanak sodaraku di hutapungkut. Dikelas 7 aku suka meminjam buku di perpustakaan sekolah yang kebanyakan bukunya menggunakan bahasa Belanda, dari buku-buku itu aku belajar bahasa Belanda. 

Buku-buku yang pernah aku baca antara lain kisah-kisah para pahlawan Belanda seperti Laksamana De Ruyter ( pahlawan perang tahun 1880-an), Napoleon Bonaparte dan Perang Boer di Afrika Selatan. Di tahun terakhir aku menderita sakit keras, berhari hari aku tidak sadarkan diri sehingga aku kembali ke kampung. Aku hanya di rawat dirumahku tanpa di periksa oleh dokter, sehingga tidak ada yang tahu apa penyakit yang dideritaku.

Pada tahun 1932, aku mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di HIK ( Hollandsche Indische Kweekschool ) yaitu sekolah guru di Bukittinggi. Aku sangat senang karena hanya satu orang saja yang terpilih dari tiap sekolah rendah di Sumatera dan Kalimantan yang bisa bersekolah di sekolah guru itu. Di Bukittinggi aku tinggal di asrama selama 3 tahun. 

Di sekolah aku termasuk siswa yang masuk dalam 5 besar di kelas. Banyak sekali perubahan yang kualami setelah aku bersekolah di Bukittinggi, dulu kakiku tidak beralaskan apa-apa tapi setelah aku datang kesana kakiku beralaskan sepatu, makan dengan sendok dan garpu dan hidup dalam disiplinnya asrama. Guru-guru di HIK adalah orang Belanda , kecuali guru seni rupa dan bahasa Melayu.

Pada Tahun 1935, Aku berangkat ke Bandung untuk menamatkan sekolah guruku. Disana aku satu kelas dengan siswa-siswa sekolah guru di seluruh Hindia Belanda yang di bubarkan. Dari Padang aku berlayar naik kapal milik Belanda. Perjalanan untuk mencapai pelabuhan Tanjung Priok memakan waktu empat hari empat malam. Setelah tiba di Bandung, aku mulai belajar bersama 25 siswa dalam satu kelas. Semua berasal dari sekolah yang dibubarkan. Ada yang dari Blitar, Yogyakarta, dan lain lain. 

Aku sekamar dengan siswa asal Cirebon dan Madura. Tahun 1938 aku menyelesaikan sekolahku di Bandung dan mengikuti ujian akhir AMS di Jakarta. Kemudian aku mengajar untuk pertama kalinya di Bengkulu. Di Bengkulu aku tinggal di rumah kepala sekolah tempatku mengajar. Tetapi aku dan tiga teman lainnya memutuskan untuk menyewa rumah karena tidak enak dengan anak gadis kepala sekolah.

Banyak sekali kenangan yang kualami selama aku tinggal di sana. Salah satunya aku bisa bertemu dengan seorang tokoh yang aku kagumi sedari dulu. Saat itu ia menjadi tawanan penjajah Belanda. Ya, dia adalah Soekarno. Rumah perasingannya tidak jauh dari sekolah tempat ku mengajar dan tempatku tinggal. Setiap kali ku melewati rumah perasingan nya aku selalu menyapa dan tersenyum pada beliau. Hingga pada suatu hari, saat aku melewati rumahnya seperti biasa, beliau ada di depan rumahnya, " Hey nak, mampirlah kemari " kata Soekarno sambil melambaikan tangan. Sontak seketika aku terkejut, tak pernah terbersit dalam diriku aku akan dipanggil oleh seorang tokoh yang aku kagumi. 

Tanpa basa basi lagi aku langsung menghampiri beliau. Aku di persilahkan duduk di teras rumahnya. Beliau sangat baik dan berjiwa muda, kami berbincang bincang cukup lama. Dalam kesempatan itu aku ditawari masuk Indonesia Muda. Tetapi aku belum menanggapi serius, karena waktu menunjukkan sudah semakin sore aku berpamitan pulang.

" Sepertinya saya pamit pulang sekarang pak, sudah semakin sore, saya akan bersiap pergi ke masjid pa ".

" Ya, silahkan-silahkan "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun