Mohon tunggu...
Melinda Rahmawati
Melinda Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Tata Kelola Pencatatan Perkawinan Berdasarkan Undang Undang

18 Maret 2024   08:00 Diperbarui: 18 Maret 2024   08:03 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mengetahui apakah pada suatu perkawinan itu terdapat unsur sirri atau tidak, dapat dilihat dari tiga indikator yang harus selalu menyertai suatu perkawinan legal. Tiga indikator itu adalah, Pertama, subyek hukum akad nikah, yang terdiri dari calon suami, calon istri, dan wali nikah adalah orang yang berhak sebagai wali, dan dua orang saksi. Kedua, kepastian hukum dari pernikahan tersebut, yaitu ikut hadirnya Pegawai Pencatat Nikah pada saat akad nikah dilangsungkan, dan Ketiga, walimatul 'ursy, yaitu suatu kondisi yang sengaja diciptakan untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa di antara kedua calon suami istri tadi telah resmi menjadi suami istri. Pada indikator ketiga inilah letak hakikat filosofis dari hadis Rasulullah saw tersebut.

Istilah perkawinan di bawah tangan muncul setelah diberlakukannya secara efektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan di bawah tangan yang disebut juga sebagai perkawinan liar pada prinsipnya adalah perkawinan yang menyalahi hukum, yakni perkawinan yang dilakukan di luar ketentuan hukum perkawinan yang berlaku secara positif di Indonesia. Selanjutnya, oleh karena perkawinan di bawah tangan tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku, perkawinan semacam itu tidak mempunyai kepastian dan kekuatan hukum dan karenanya, tidak pula dilindungi oleh hukum.

Untuk mengidentifikasi apakah suatu perkawinan itu merupakan perkawinan sirri atau perkawinan legal, istilah perkawinan di bawah tangan sebenarnya merupakan istilah lain dari nikah sirri. Hal itu karena, dari ketiga unsur yang harus ada pada suatu perkawinan logis yang diakui oleh hukum tersebut di atas, ada unsur-unsur yang tidak terpenuhi di dalam perkawinan di bawah tangan. Unsur yang tidak terpenuhi itu setidaktidaknya adalah unsur kedua dan ketiga, yaitu perkawinan tersebut tidak dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah dan tidak diumumkan kepada masyarakat luas.

Isbat Nikah

Dalam kompetensi absolute Pengadilan Agama, undangundang telah menunjuk beberapa kewenangan yang menyangkut perkara tanpa sengketa, sehingga Pengadilan Agama hanya berwebang menyelesaikan perkara tanpa sengketa tersebut. Perkara yang dimaksud adalah:

Permohonan Isbat Nikah (Penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf (a) angka 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama);

Permohonan Izin Nikah (Pasal 6 ayat (5) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974);

Permohonan Dispensasi Kawin (Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang N0mor 1 Tahun 1974);

Permohonan Penetapan Wali Adhal (Pasal 23 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam);

Permohonan Penetapan Ahli Waris (Penjelasan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

Khusus mengenai Isbat Nikah, landasan yuridisnya adalah Penjelasan Pasal 49 Ayat (2) angka 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Namun demikian, Undang-Undang tersebut dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tidak memberikan rincian secara jelas tentang Isbat Nikah tersebut. Kemudian muncul Peraturan Menteri Agama (PERMENAG) Nomor 3 Tahun 1975 di dalam Pasal 39 Ayat (4) yang menentukan bahwa jika Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dapat membuatkan Duplikat Akta Nikah, karena catatannya telah rusak atau hilang atau karena sebab lainnya, maka untuk menetapkan adanya nikah, talak, cerai, maupun rujuk, harus dibuktikan dengan keputusan (berupa penetapan) Pengadilan Agama. Akan tetapi, hal ini berkaitan dengan pernikahan yang dilaksanakan sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bukan terhadap perkawinan yang terjadi sesudahnya. Dengan demikian landasan yuridis dari isbat nikah adalah ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tersebut. Dari ketentuan tersebut dapat dirumuskan bahwa kompetensi absolute Pengadilan Agama tentang masalah isbat nikah, meliputi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun