Â
"Supaya sirah dari bebatuan itu terus mengeluarkan air, maka kita pun harus menjaga tutuwuhan[40] yang ada ada di gunung dan hutan. Kata orangtua dulu mah, kita teh tidak boleh asal tebang, tidak boleh asal buang!" pesan abah kemudian. Angin lembah yang semilir dari puncak Gunung Pasir Panji dan Gunung Leutik seolah kompak berpadu, lalu perlahan lingsir melewati dinding tebing, menyajikan lantunan suara-suara merdu. Aku menikmati semuanya dengan mata terpejam. Petuah abah yang terbalut dalam setiap cerita, terpatri indah dalam sanubariku.Â
Â
Uhukk...uhuuk! Suara batuk abah yang berat, melepaskan untai kenangan yang tadi sempat terangkai.
Â
      "Abah... ayo masuk, jangan di luar terus! Nanti batuk abah gak akan sembuh-sembuh atuh kalo kena angin terus!... coba itu rokoknya juga dikurangi!... iih, angger da si Abah mah, susah nurutnya!"  terdengar rentetan suara ambu berseru dari dalam rumah, diikuti langkah abah yang sedikit tertatih meninggalkan teras. ***
Â
21 Februari 2005
Â
      Menjelang sepertiga malam, dari atas lereng, suara ledakan itu kembali terdengar. Lebih keras dan menggelegar dari sebelumnya. Memecah senyap dan melindas suara dengkuran nafas-nafas lelah. Tak ada yang menyadari kalau malaikat maut tengah bersiap-siap menjemput.
Â