"Gak usah, Ambu... saya cuman sebentar. Lagian kaki saya kotor, penuh lumpur sawah," tolak mang Udin.
Â
"Ada apa, Din?" sedetik kemudian terdengar suara abah dari arah dapur. Tangannya terlihat membawa sebilah parang.
Â
"Abah mau ke sawah?" mang Udin balik bertanya penuh heran.
Â
"Iya, Abah mau ngebenerin talang air di saung, kemarin talangnya rungkad terkena angin!" jawab abah. "Terus kamu ada perlu apa sama abah?"
Â
"Gini Bah... tadi di sawah, saya ketemu sama Abah Emen sesepuh dari kampung Cireundeu. Kata Abah Emen, di girangeun gunung, dia ngeliat ada retakan pada batu dan gawir. Malahan katanya ada beberapa pohon ki meong dan haur yang longsor," terang mang Udin. Terlihat pandang abah terlempar ke arah bukit yang berada di sebrang rumah. Di atas sana, nampak dua buah eskavator yang tengah merayap, bergerak hilir mudik di antara gunungan sampah. Ujung tungkainya mengeruk bongkahan sampah lalu mendorongnya ke tepi jurang. ***
Â
18 Februari 2005