Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebongkah Asa yang Tertimbun dalam Tumpukan Sampah

24 Oktober 2023   11:28 Diperbarui: 24 Oktober 2023   11:47 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Duaaarr! Kraaakkk! Lalu gelap menyelimuti seluruh kampung. Raga itu lampus dan ruh pun terlepas dari jasadnya. ***

 

21 Februari 2015

 

Di sisi tebing sebelah timur lereng Gunung Pasir Panji, sudah meriung puluhan warga yang berseragam pangsi dengan ikat kepala secarik kain batik. Semuanya duduk bersila mengelilingi dua buah nampan yang berisi sesaji. Kepulan asap dupa menyeruak, lalu lalang meninggalkan aroma harum yang menyengat. Nampak Pupuhu merapalkan doa tanpa jeda, diiringi alunan lirih karinding yang dimainkan oleh salah seorang dari mereka.

 

Pagi itu, langit biru memancar. Halimun gunung yang biasanya masih menutupi pucuk-pucuk daun, kali ini bersembunyi entah dimana. Semesta mengibarkan panji-panji kedamaian di balik cahaya Sang Rawi. Tak sepatah katapun terucap dari jiwa-jiwa yang tengah berkumpul itu. Semuanya tersirap pada lantunan doa dan suara karinding yang mengalun syahdu. Tak lama, Pupuhu terlihat berdiri. Meraih sebilah bambu bitung yang berisikan air dari sirah Gunung Pasir Panji, lalu mencipratkannya ke sekitar tepian jurang.

 

Wurrr... Wurrr! Kelopak bunga bercampur irisan daun pandan pun ikut ditabur.

 

"Hari ini, kita kembali berkumpul di tempat ini, untuk mengingat peristiwa kelabu satu dasa warsa silam. Rasa duka itu mungkin masih terasa menusuk dalam sanubari kita. Terlebih bagi orang-orang yang ditinggalkan oleh suami, istri, orangtua, anak dan kerabatnya..." suara Pupuhu, memecah senyap yang sedari tadi memasung erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun