Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Padma

20 Juni 2023   09:21 Diperbarui: 20 Juni 2023   09:32 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Karena Padma adalah simbol sebuah semangat. Dan Padma adalah bunga yang tumbuh dengan indah meski ia hidup di air yang sangat keruh," jelas ibu. "Kamu pun semestinya begitu. Meski kamu terlahir sebagai bagian dari bangsa berkulit gelap, Tuhan sudah menakdirkan kamu untuk terlahir dengan begitu indah."

Aku terdiam tanpa kuasa untuk menyela. Semua yang ibu ucapkan adalah benar. Dan kebenaran itu justru membuatku semakin merasa gamang.

*****

2003, San Fransisco, USA

            Sudut mataku sekilas melihat ke arah ibu yang duduk di kursi deretan paling depan. Ibu terlihat cantik dengan saree berwarna biru cerah. Ada segaris senyum yang tak lepas dari bibirnya. Tak lama, pembawa acara mempersilahkan aku untuk berdiri di depan podium. Hari itu ruangan hakim agung dipenuhi oleh para tamu undangan dan beberapa jurnalis lokal. Aku berdiri penuh percaya diri, di hadapan hakim agung. Seorang pastur membawakan sebuah Alkitab dan berdiri tepat di sebelah kananku.

"Ingat Padma, saat berjalan, tegakkanlah wajahmu. Tatap lurus ke depan agar semua orang di sekelilingmu melihat betapa istimewanya kamu!" kembali kata-kata ibu terngiang di telingaku. Dengan tegas dan lugas, di hadapan hakim agung dan para tamu undangan aku mengucapkan sumpahku sebagai jaksa untuk distrik San Fransisco.

Setelah prosesi pelantikan selesai, bergegas aku menghampiri ibu. Mata ibu terlihat berkaca-kaca. Bibirnya bergetar penuh haru.

"Terima kasih, Bu... pencapaian ini aku persembahkan untukmu!" aku berbisik pelan tepat di telinga wanita tua itu. Tangan ibu merengkuhku dengan erat. Tanpa kata-kata, ibu hanya mengelus rambutku seperti biasanya.

*****

(Cerita ini terinspirasi dari perjuangan seorang Kamala Devi Harris, wanita pertama berkulit hitam yang terpilih sebagai Wakil Presiden Amerika mendampingi Presiden Joe Biden)

(cerpen ini pernah diikut sertakan pada lomba menulis cerpen yang diselenggarakan oleh IIK Bhakti Wiyata tahun 2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun