"Bicara apa lagi? Tentang cinta? Radhi, aku beri tahu ya. Kalau cintamu memang benar tidak ada batasnya, maka kamu tidak perlu mengartikannya dengan kata-kata yang terbatas itu. Mengerti?" Jelasnya yang masih mengumpulkan bunga-bunga kecil.
Aku terdiam sejenak dan semakin dibuat penasaran karena mendengar tuturanya. "Siapa dia sebenarnya?" Tanyaku di dalam kepala.
"Jadi, sekarang kamu sudah mengerti, kan?"
"Ya, aku sudah mengerti."
"Sekarang aku ingin tanya denganmu," dia berjalan mondar-mandir di depanku yang masih duduk di bawah pohon itu, "Apa yang kamu takutkan di dalam kehidupan ini?"
Kali ini aku benar-benar berusaha menjawabnya dengan jujur. "Aku hanya takut dengan waktu."
Dia tertawa keras sekali.
"Kenapa, Alice? Mengapa kamu tertawa?"
"Boleh juga jawabamu itu! Aku suka. Tetapi, kamu masih berbohong padaku, Dhi."
"Berbohong bagaimana? Aku tidak berbohong..." Tanyaku yang kebingungan.
"Kenapa kamu tidak jujur kalau sekarang kamu takut dengan kematian?"