Aku tersenyum kepadanya. "Kamu benar-benar mengingatkanku pada cucuku."
Dia berjalan ke sebelahku dan mencabuti bunga-bunga yang ada di rerumputan, lalu dengan rambut panjang dan bicaranya yang lantang dia bertanya. "Memangnya, kamu sedang apa di sini?"
"Sedang apa, ya? Aku sedang menikmati pemandangan ini saja. Ladang ini indah sekali."
"Kamu jangan berbohong denganku. Kamu sedang apa di sini? Wajahmu terlihat sedih, terus kamu duduk sendirian di bawah pohon ini." Katanya lirih.
Seketika, aku langsung tersentak. Ucapannya membuatku berpikir dua kali tentang apa yang baru saja dikatakan oleh anak kecil ini. "Apakah hanya sebuah kebetulan saja?" Pikirku.
"Aku sedang mengenang orang yang kucinta, Nak --- "
"Sudah kubilang jangan panggil aku, Nak!" Potongnya tiba-tiba.
"Baiklah kalau begitu aku harus memanggilmu apa?"
"Panggil aku dengan sesuka hatimu, asal jangan "Nak" Karena aku bukan anak kecil!" Pintanya tanpa kegemasan sama sekali.
"Bagaimana kalau Alice? Dia adalah nama cucuku."
Dia berpikir sejenak. "Aku tidak keberatan dengan itu."