Hati Melati terasa hancur, tetapi ia berusaha tegar. "Jika itu yang terbaik untukmu, Rian, ambillah kesempatan itu."
"Tapi aku tidak ingin meninggalkanmu lagi," jawab Rian, suaranya bergetar.
"Jangan biarkan rasa takut menghalangi impianmu, Rian. Kita sudah membahas ini sebelumnya. Cinta kita kuat, meskipun terpisah oleh jarak," Melati berkata, berusaha meyakinkan Rian.
Mereka terdiam, saling menatap, seolah mengingat semua kenangan indah. "Melati, aku mencintaimu. Itu tidak akan pernah berubah," Rian mengulangi kata-kata yang sama.
"Aku juga mencintaimu, Rian. Tetapi kita juga harus saling mendukung dalam mengejar mimpi masing-masing," balas Melati, air mata menetes di pipinya.
"Apakah kamu akan menungguku?" Rian bertanya, harap dan ragu terlihat dalam tatapannya.
"Tentu saja," jawab Melati, hatinya bergetar.
Hari keberangkatan Rian tiba, dan Melati merasa hancur. Ia memberikan Rian sebuah kotak kecil berisi surat-suratnya selama bertahun-tahun, sebagai pengingat bahwa cintanya tidak akan pernah pudar. "Bacalah ini jika kamu merasa kesepian," ucap Melati, merasakan air mata menggenang di matanya.
Rian memeluknya erat. "Aku akan kembali, Melati. Kita akan bersama lagi."
Setelah kepergian Rian, Melati kembali berfokus pada kehidupannya. Ia mendapatkan banyak penghargaan di tempat kerjanya dan membangun reputasi yang baik. Namun, di dalam hatinya, ia selalu merindukan Rian.
Bertahun-tahun kemudian, Melati menerima kabar bahwa Rian akan kembali ke Sinar. Hatinya berdebar-debar, harapan dan kerinduan menyelimuti jiwanya. Saat Rian tiba, Melati merasa seolah semua kenangan indah kembali hidup.