Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ngelmu

27 November 2018   09:31 Diperbarui: 27 November 2018   16:38 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pak Ustadz, Ayah dan Pak Haji yang saya hormati. Izinkan saya menjelaskan secara lengkap apa yang saya pelajari. Saya belajar tentang ini pada seorang kiai di Jawa. 

Setahu saya, ilmu yang saya pelajari mengacu ke ajaran "Serat Wirid Hidayat Jati" karya pujangga ternama Raden Ngabehi Ranggawarsita. Ajaran ini juga mengacu kepada ilmu-ilmu para wali songo. Jadi saya belajar tentang ilmunya para ulama." Kata Somad hati-hati.    

"Oh begitu." Kata Ustadz Marzuki.
"Anda telah belajar ilmu sesat, Somad!" Kata H. Maulana menyergap.
"Ma'af, Pak Haji, sesat dimananya?" Somad terpancing juga emosinya.
"Sesat dimananya? Kalau seorang manusia sebagai makhluk ciptaan mengaku menjadi Tuhan bukankah itu sudah ngaco?" Kata H. Maulana.
"Tenang! Semua tenang!. Bisa dijelaskan lebih lanjut apa yang sudah Ananda Somad pelajari tentang ilmu ini?" Ustadz Marzuki mencoba tenang dan bijaksana.
"Terima kasih Pak Ustadz. Saya akan mencoba menjelaskan sebisa yang saya pahami." Somad membetulkan posisi duduknya. Ia lebih menghadap ke arah Ustadz Marzuki dan ayahnya. Tentu posisi ini membuat H. Maulana semakin kesal.         

"Ayahanda, Pak ustadz dan pak Haji, Dzat itu mengandung sifat, seumpama madu dengan rasa manisnya, pasti tak dapat dipisahkan. Sifat menyertai nama, seumpama matahari dengan sinarnya, pasti tak dapat dibedakan. 

Nama menandai perbuatan, seumpama cermin, orang yang bercermin dengan bayangannya, pasti tingkah lakunya mengikuti bayangan. 

Sedangkan perbuatan menjadi wahana Dzat, seumpama samudera dengan ombaknya, pasti keadaan ombak mengikuti perintah samudera. Manusia itu banyangan Tuhan. Karenanya, apakah kita bisa membedakan antara orang yang bercermin dengan bayangannya? "

Begitu pemahaman yang saya peroleh dari guru. Ia menjelaskan seperti apa yang disampaikan oleh gurunya dan menambahkan sesuai dengan pemahamannya.     

"Jelas ini bukan ajaran Islam. Ini ajaran kejawen. Ini sangat berbahaya." Kata H. Maulana menyerobot. "Saya tidak mau mengambil risiko. Bagi saya pilihannya hanya dua: berhenti mengikuti ajaran itu atau keluar dari kampung ini. Saya takut kalau ini dibiarkan akan meracuni jama'ah kita." Kata H. Maulana mulai mempengaruhi.        

"Somad anakku. Benar menurut Pak Haji. Sebaiknya ananda tinggalkan ajaran ini. Sangat berbahaya bagi keimanan ananda." Kata H. Karim menasihati Somad, anaknya.
"Betul kata Ayahanda dan Pak Haji, sebaiknya tinggalkan ajaran itu. Perdalam dulu ilmu syariat ananda. Agar tidak mudah terjerumus kepada pemahaman Islam yang salah.

Somad hanya tertunduk lesu. Tapi tidak pikiran dan keyakinannya. Ia tidak ingin berhenti belajar tentang ilmu ini. Tapi untuk menjaga hubunganya dengan ayahnya dan tokoh agama di kampungnya ia pun akhirnya berkata.
"Terima kasih atas wejangan dan nasihatnya. Saya akan berusaha belajar lebih baik lagi."
"Anda harus berjanji meninggalkan ajaran itu!" Kata H. Maulana masih belum puas.
 "Kalau Somad masih macam-macam biarlah itu menjadi urusan saya Pak Haji." Kata H. Karim merasa kesal juga dengan sikap H. Maulana.

"Baik kalau begitu. Saya kira pertemuan malam ini cukup. Semoga Ananda Somad tidak terjerumus ke pemahaman yang salah." Kata Ustadz Marzuki bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun