1. Keragaman Hukum dan Regulasi Lokal
  Setiap daerah di Indonesia memiliki regulasi yang berbeda terkait manajemen lahan parkir. Hal ini membuat penerapan klausula baku yang seragam menjadi sulit karena penyedia jasa parkir harus menyesuaikan dengan regulasi lokal yang beragam.
2. Kesadaran dan Pemahaman Hukum
  Banyak penyedia jasa parkir, terutama yang berskala kecil dan tradisional, mungkin tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang hukum dan pentingnya klausula baku. Akibatnya, mereka cenderung mengabaikan atau salah menerapkan klausula baku dalam operasional mereka.
3. Biaya dan Investasi Teknologi
  Implementasi klausula baku sering kali memerlukan investasi signifikan dalam teknologi dan infrastruktur, seperti sistem tiket elektronik dan kamera pengawas. Bagi penyedia jasa parkir yang memiliki keterbatasan sumber daya, biaya ini bisa menjadi hambatan utama.
4. Resistensi terhadap Perubahan
  Penyedia jasa parkir tradisional mungkin menolak perubahan dan tetap bertahan dengan praktik lama yang tidak sesuai dengan regulasi modern. Hal ini menimbulkan tantangan dalam penegakan dan penerapan klausula baku secara efektif.
Kompleksitas Implementasi Klausula Baku Tersirat
1. Ambiguitas dan Interpretasi
  Klausula baku tersirat sering kali bersifat ambigu dan terbuka untuk interpretasi. Tanpa adanya pernyataan eksplisit, konsumen dan penyedia jasa parkir mungkin memiliki pemahaman yang berbeda tentang hak dan kewajiban mereka, yang dapat menimbulkan perselisihan hukum.