Mohon tunggu...
Made Dike Julianitakasih I
Made Dike Julianitakasih I Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Made Dike Julianitakasih Ilyasa. Pegiat Komunitas Ruang Imajinasi Sastra IMM FAI UMY. Pernah Meraih Juara Penulisan Cerpen Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional (PEKSIMINAS) Kemdikbud

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Tembang Perpisahan

24 Mei 2023   10:09 Diperbarui: 9 Juni 2023   21:11 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nuha menyentuh setiap jengkal busana yang kukenakan, memastikan tidak ada cacat. Rasanya aneh sekaligus rindu.

“Entah mengapa, aku merasa kamu itu sebenarnya hidup.” Senyumnya sirna, sorot matanya menggelap. Sentuhannya berakhir dengan menggenggam tanganku yang kaku. “Sejak kamu di sini, aku tidak pernah merasa sendiri.”

Kamu benar. Aku memang hidup. Kata-kata itu menggema dalam diri, tetapi tidak bisa keluar. Aku tidak kuasa menyuarakannya.

Nuha menyandarkan kepalanya di pundakku. “Kalau saja benar ada kehidupan selanjutnya, aku ingin kita bertemu lagi. Barangkali sebagai sepasang merpati yang mendendangkan nyanyian asmara di pucuk pohon cemara, atau sepasang anyelir yang mekar bersama lantas layu karena hama. Romantis, bukan?” Ia tertawa pelan, tetapi aku merasakan basah di pundak.

“Terima kasih… Regisa.”

Nuha berbisik sebelum melepaskan diri dariku, kemudian melenggang pergi ke kamar.

**

Orang-orang berbusana modis dan necis silih berganti mengisi keramaian di ballroom hotel.  Mereka adalah para konglomerat yang mungkin tidak pernah menginjakkan kaki di angkringan seumur hidupnya. 

Tamu undangan berseling menghiraukanku yang dipajang di samping piano, ekspresi mereka menunjukkan antusiasme yang menakjubkan. Boleh jadi mereka lebih menantikan launching busana yang kukenakan daripada acara pernikahan itu sendiri.

Kulihat rona Nuha berseri-seri. Untuk pertama kalinya, ia memanggil namaku kemarin. Bertahun-tahun silam seusai diputuskan hukuman untukku, Tama yang berganti wujud menjadi manusia mengantarkan maneken ke rumah Nuha. Maneken itu tidak lain adalah aku. 

“Sebagai hadiah sekaligus ucapan selamat atas pameran busana Anda yang sukses digelar di Men’s Fashion Week,” ujarnya tulus, kemudian menyerahkanku begitu saja kepada Nuha yang tertegun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun