“Namanya Regisa, jikalau Anda ingin mengetahuinya.” Tama pun pergi. Nuha, meski kebingungan, membawaku ke dalam rumah. Menjadikanku model busana yang ia kerjakan sendiri desain dan produknya selama bertahun-tahun. Hingga detik ini.
Sepasang calon suami istri di muka panggung itu memikat perhatian seisi ruangan dengan cara yang mengagumkan. Sesekali Vio membisikkan sesuatu, kemudian Nuha tertawa anggun. Pembawa acara meminta hadirin agar mengikuti rangkaian acara dengan kondusif. Sumpah setia itu hendak diikrarkan.
“Saya, Viode Gumelar, menerima engkau, Nuha Kinwara, sebagai istri satu-satunya yang sah. Saya berjanji akan mengasihimu, baik dalam keadaan suka maupun duka, kaya maupun miskin, sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan kita. Saya berjanji bahwa segala milikku adalah milikmu juga.”
Nuha memandang Vio lekat-lekat. Giliran Nuha yang bersumpah, namun ia masih mematung. Sebersit perasaan tidak ikhlas menghampiri diri ini. Kalau sumpah itu sampai terucap juga oleh Nuha, aku... Aku tidak tahu akan bagaimana jadinya.
Nuha tampak memantapkan dirinya. “Saya, Nuha Kinwara, menerima engkau, Viode Gumelar, sebagai suami satu-satunya yang sah.
Saya berjanji akan mengasihimu, baik dalam keadaan suka maupun duka, kaya maupun miskin, sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan kita. Saya berjanji bahwa segala milikku adalah milikmu juga.”
Tepuk tangan dan sorak sorai hadirin menggenapi kebahagiaan sepasang suami istri tersebut yang kini telah sah, tidak ada seorangpun yang mempedulikanku.
Semuanya bersukacita tanpa tahu ada bagian dari diri ini yang teriris. Aku yang telah menariknya dari garis takdir yang keji, aku yang menjalani hidup seperti orang mati, dan aku juga yang ditinggalkan pergi.
Meski sejak awal kita tidak pernah bersama seutuhnya, tidakkah kau tahu bahwa akulah yang paling mengasihimu, bahkan jauh sebelum kau mengenal dunia?
Tidak luput lagi, keinginan dahsyat itu menguasai diriku—meledakkan energi besar yang mengguncang seisi ruangan. Para manusia itu berlarian bagai puing-puing, kecuali Nuha. Ia susah payah menopang dirinya sendiri supaya tetap bertahan di tempat, menatapku tidak percaya.
Aku telah mewujudkan diri, melangkah dengan tenang menuju piano. Jari jemari ini mulai menekan tuts-tuts, menghasilkan irama yang menenangkan jiwa. Beberapa kali kulihat dan kudengar Nuha melantunkan tembang ini sembari bekerja.