“Saya serahkan kepada forum untuk memberikan opsi hukuman.”
Suasana sidang hening mencekam. Beberapa malaikat tampak berdiskusi, beberapa memandangku prihatin. Para malaikat mengisi tribun, melingkari sekelilingku yang berhadapan dengan pimpinan sidang.
Sesosok malaikat mengangkat tangan. Tama mempersilakan.
“Hidup seperti tidak hidup, mati tetapi tidak mati. Tidak ada hukuman yang lebih berat daripada itu.”
Ramai kasak-kusuk mematahkan sunyi. Aku tahu arah pembicaraan ini, dan aku juga tahu itu akan menyakitkan. Karena tidak lain maksudnya adalah…
“Regi harus hidup sebagai boneka, atau maneken. Memiliki kesadaran penuh, namun tidak punya kehendak.”
Dengan kata lain, nyawaku berada dalam benda mati. Apa lagi mimpi buruk yang lebih mengerikan dari itu? Rasanya bahkan mati sebagai manusia jauh lebih baik.
“Bukankah itu berarti ia masih hidup?” Tama menimpali. “Dan selama sesosok makhluk masih hidup, otomatis ia memiliki kehendak, keinginan. Itu sudah hukum semesta.”
“Jikapun Regi mempunyai kehendak dan memberi kuasa pada dirinya untuk mewujudkan keinginan tersebut, ia akan menghilang.”
“Maksudmu meninggal?”
“Lebih buruk.” Malaikat itu menatap Tama lurus-lurus. “Lenyap selama-lamanya dari semesta, seumpama dirinya tidak pernah ada. Dulu, sekarang, maupun nanti.”