Ditengah -- tengah prosesi ritual, mendadak muncul suara rintihan kijang dari arah hutan diatas Pura. Semula terdengar satu suara rintihan kijang. Lama -- lama suara rintihan itu makin banyak dan mengganggu.
"Kijang sialan, berisik. Mengganggu sekali!" umpat Cok Raka.
Mendengar ucapan itu, pemangku pura menegur Cok Raka.
"Tuan... Tarik kembali ucapan Tuan, segeralah minta ampun kepada Ida Sang Hyang Widhi."
"Ah sudahlah. Kijang -- kijang itu memang mengganggu. Kau juga mendengarnya kan?" ucap Cok Raka sedikit kesal.
"Tapi Tuaaaan..."
"Cukup, apa aku dan putriku bisa pulang sekarang?" tanya Cok Raka tanpa memedulikan peringatan pemangku pura.
***
Beberapa hari kemudian...
Desa Tejakula bagaikan laut yang menggelegak di pagi hari. Bangunan -- bangunan roboh. Pohon -- pohon tumbang. Semua warga sibuk menyelamatkan dirinya masing -- masing. Rupanya pemangku Pura Ratu Gede Sambangan tidak bisa membaca tanda -- tanda alam yang didengarnya beberapa hari yang lalu. Suara rintihan kijang itu tidak digubrisnya. Suara peringatan dari Ida Sang Hyang Widhi yang terlupakan oleh si pemangku pura.
Keluarga Cok Raka berlari keluar rumah. Aji dan Biyang Ayu Candrakasih berusaha menyelamatkan diri. Dengan perut yang semakin membesar, Ayu Candrakasih terpaksa dibopong oleh kedua orangtuanya. Dan akhirnya mereka sampai juga di tempat yang cukup aman.