"Tapi suamiku, kau akan kalah. Ia tak sebanding denganmu."
"Sudahlah turuti perintahku. Lebih baik salah satu dari kita ada yang hidup daripada kita mati semua. Pergilah!" perintah suami Amirat.
Pertarungan antara ayah Almeera dengan anak buah Ja'far tidak bisa dihindari. Ia tahu bahwa ia tidak akan mungkin menang melawan anak buah Ja'far itu. Namun demi anak dan istrinya, ia berani menghadapi prajurit bertubuh besar yang sekarang ada di hadapannya.
"Kalian berdua pergilah. Cepaaat...!"
"Baiklah suamiku, jagalah dirimu. Tetaplah hidup demi kami." ucap ibu Almeera sambil membawa lari anaknya menuju bukit berbatu yang terhampar luas dihadapannya. Berharap tidak akan ada yang menemukan mereka.
Sementara itu, anak buah Ja'far sibuk menghadapi ayah Almeera. Lelaki bertubuh kecil dihadapannya itu cukup gesit. Meskipun ia hanya bersenjatakan tongkat, namun ia sanggup menghindar dari serangan pedangnya.
"Sialan kau orang tua!" umpat anak buah Ja'far sambil emosi.
"Ayo, hadapilah aku. Apa cuma itu yang kau bisa, haaaah...!" teriak ayah Almeera menantang.
Dengan gerakan cepat, anak buah Ja'far menghunuskan pedangnya kearah ayah Almeera. Begitupun sebaliknya, ayah Almeera menyerang balik dengan tongkat di tangan kanannya.
Namun takdir berkata lain. Anak buah Ja'far yang terkenal bengis dan licik itu berhenti ditengah pertarungan. Begitu ayah Almeera mendekat, anak buah Ja'far membungkukkan badannya dan mengambil segenggam pasir menggunakan tangan kirinya.
"Rasakan ini...." ucap anak buah Ja'far sambil melempar pasir itu kearah mata ayah Almeera.