“Kau hamil Centhini…” ucap Lembudana bahagia.
“Iya benar Kakang, aku hamil. Akhirnya kita bisa memiliki calon penerus kerajaan.” balas Centhini tak kalah bahagianya.
Namun kebahagiaan itu berganti duka. Tepat delapan bulan setelah berita kehamilan Centhini, Lembudana sakit keras. Kerajaan Segaran geger, Lembudana akhirnya sekarat tanpa sebab yang pasti.
Dukun kerajaan dikerahkan untuk mengobatinya. Hingga akhirnya nyawanya tak tertolong.
Lembudana pergi meninggalkan Centhini sendiri. Pergi untuk menjalani reinkarnasi berikutnya di kehidupan mendatang. Bukan di kehidupannya saat ini. Tidak bersama Centhini tentunya.
“Kakang Lembudanaaa….” isak Centhini meratapi nasibnya disamping jasad suaminya. Mata Centhini merah. Senyumnya tak lagi indah. Pahit dan hambar, seolah tak menerima atas takdir yang terjadi kepadanya.
“Tunggu aku Kakang, aku akan mencarimu…”
***
“Iya Kakang, aku ini Centhini istrimu. Tak ingatkah kau padaku Kakang.? ucap Centhini dengan wajah sumringah disamping Supardi yang terbaring lemah.
“Maaf, aku tak ingat sedikitpun…” balas Supardi datar sambil memalingkan wajahnya dari Centhini.
“Tidak mengapa Kakang, biar waktu yang akan mengembalikan kenanganmu tentangku. Sekarang yang lebih penting adalah kesembuhanmu dulu. Aku akan memulihkan kondisimu seperti semula. Aku ingin kita bisa bersama seperti dulu lagi” ucap Centhini dengan wajah berseri – seri. Kemudian ia pamit agar Supardi bisa beristirahat dikamarnya.