“Ini gerbangnya Kakang…” ucap Centhini lirih. Kesedihan nampak di raut wajahnya yang manis.
“Bagus, sekarang saatnya aku pergi. Maafkan aku. Aku bukanlah Lembudana suamimu. Aku adalah Supardi. Aku masih punya istri disana. Lupakanlah aku.” jawab Supardi dingin.
Saat Supardi berenang menuju cahaya putih yang ada diatas permukaan air, mendadak Centhini memanggilnya.
“Kakang tungguuuu….”
Supardi memalingkan wajahnya.
“Meski kita ditakdirkan untuk tidak pernah bersatu. Aku bahagia bisa berjumpa denganmu walau sesaat. Itu sangat berarti bagiku Kakang. Setidaknya Sang Pencipta masih mendengarkan do’a ku. Do’a yang tulus dari orang yang sangat mencintaimu. Ingatlah satu hal Kakang, setelah kau sampai di alammu, ingatanmu tentangku dan kerajaan ini akan hilang. Semua kenangan kita akan terhapus. Sebelum itu semua terjadi, aku ingin kau tahu satu hal. Aku ingin kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu.” jawab Centhini sambil melambaikan tangan perpisahan.
Lambaian tangan itu dibalas dengan senyuman oleh Supardi. Saat hampir mencapai permukaan, Supardi menoleh kepada Centhini dan melemparkan tusuk sanggul yang ia bawa kearah Centhini.
***
“Horeee… Akhirnya aku dapat ikan juga !” teriak seorang anak kecil kegirangan.
“Mana… Mana…” temannya mendekat.
“Ini ikannya, awaaassss ikannya melompat….!” teriak anak kecil itu.