“Ya… kau bisa ikut. Masih ada satu posisi yang belum terisi. Kau bisa jadi Renying”
“Renying ? Pengurek Rangda? Itu artinya aku harus menusuk Rangda dengan keris?” tanya Anak Agung Raka Sidan.
“Iya benar, kenapa? Kau takut?”
“Ti… ti… tidak. Tapi aku belum pernah melakukan itu sebelumnya” jawab Anak Agung Raka Sidan gelagapan.
“Kau tak perlu memikirkan itu. Karena semua Penari Rangda akan kerauhan. Mereka semua akan digerakkan oleh Taksu. Jadi bukan diri mereka sendiri yang menari Rangda.
“Baiklah, aku setuju. Apa yang harus aku lakukan?” tanya Anak Agung Raka Sidan.
“Sebelumnya, kamu harus melakukan Pawintenan agar mampu memikul Taksu saat melakukan ngurek”
“Aku sanggup….”
Semua persiapan Piodalan Pura Dalem sudah hampir selesai. Penari Rangda dan para Renying sudah siap melaksanakan tugasnya masing – masing. Termasuk Anak Agung Raka Sidan yang sudah melakukan Pawintenan.
Semua penari telah siap menjalankan tugasnya. Topeng Rangda telah disucikan oleh pemangku adat. Keris untuk ngurek pun sudah disucikan lebih dulu melalui ritual khusus dengan menggunakan tirta penyucian. Alat musik pengiring berupa gamelan Semarandana dan Jembe sudah diusung ke Pura Dalem Agung di Ubud Bali. Begitupun lokasi Piodalan telah disterilkan dan telah dipasang Trajangan dan pohon pepaya.
Hari pelaksanaan Piodalan telah tiba. Semua penari telah siap mempertunjukkan tarian terbaiknya. Anak Agung Raka Sidan dan juga iwanya berangkat menuju Pura Dalem. Namun mereka berangkat tidak bersama – sama. Karena setelah pertemuan mereka minggu lalu, mereka berdua sudah tidak saling tegur sapa. Seperti ada api membara diantara mereka berdua. Api yang menyulut dendam dua keluarga.