“Kapan ?” tanya iwanya.
“Bulan depan saat piodalan Pura Dalem”
“Baiklah, aku tunggu. Kebetulan aku juga ikut piodalan itu”
Seminggu setelah pertemuan dengan iwanya. Anak Agung Raka Sidan berusaha memutar otak. Namun tetap saja ia menemui jalan buntu. Hingga akhirnya ia bertekad untuk melenyapkan iwanya sendiri. Ia tidak memperdulikan akibatnya kelak. Lebih baik ia mati daripada kehormatan keluarganya diinjak – injak oleh orang lain.
“Piodalan…..” gumamnya dalam hati.
***
Seminggu menjelang Upacara Piodalan Pura Dalem, Anak Agung Raka Sidan menemui I Nyoman Abdita – pemuka adat desa. Dengan mengenakan kemeja putih dan udeng berwarna putih ia berangkat menuju rumah pemuka adat desa itu. Ia bermaksud menanyakan siapa saja yang mengisi acara Piodalan Pura Dalem minggu depan.
“Jadi, penari Rangda nya adalah iwa?” tanya Anak Agung Raka Sidan.
“Iya Bli, benar. Posisi penari Rangda telah diisi. Jadi kau tidak bisa menggantikannya” jawab I Nyoman Abdita.
“Apakah aku tidak bisa ikut berpartisipasi dalam Piodalan besok ? tanya Anak Agung Raka Sidan sedikit memohon.
“Mmm… Sebentar “ jawab I Nyoman Abdita sambil mengernyitkan dahinya untuk berpikir.