“Kita syukuri saja. Jangan mengumpat pemberian orang. Dosa”
***
Sudah hampir enam bulan sejak tinggalnya Sriani dirumah anak dan menantunya, kondisi kesehatannya tak kunjung membaik. Ditambah lagi kesedihannya ditinggal suaminya yang telah pergi mendahuluinya. Anak yang drawatnya dari kecil dan diharapkannya sebagai sandarann hidup di masa tuanya sangat tidak bisa diharapkan lagi.
“Ini obatnya bu, aku tadi mampir ke pasar membeli obat untukmu”
“Ke pasar?”
“Iya, kenapa? Ke apotek?”
“Bukannya obat itu harus kamu tebus sesuai resep dokter?”
“Aaaahhh mahal itu. Dimana – mana obat sama saja bu. Untuk menyembuhkan penyakit. Jadi aku cari yang lebih murah. Ya di pasar. Bukan di apotek” ucap Santi sambil berlalu ke dapur untuk memasak.
Tak banyak bicara, Sriani masuk ke kamarnya. Merebahkan diri. Menatap langit – langit kamarnya. Meratapi nasibnya. Menyesali hidupnya.
“Tuhan… apakah ini azab buatku?” gumam Sriani sendiri dalam sepi.
Begitulah, hari – hari Sriani terlewati dengan penyesalan. Kesedihan. Dan tentunya cacian dari anak dan menantunya yang menyuruhnya untuk berhemat dalam segala hal. Termasuk makan. Sehari 2x. tidak lebih. Kondisi itu tentu saja makin memperparah penyakit Sriani.