“Kenapa bingung?”
“Kan mas tahu sendiri biaya kebutuhan pokok makin mahal. Sedangkan selamatan bapak tak cukup sekali dua kali. Minimal hingga seribu hari setelah kematiannya”.
“Ah itu bisa kita akali”
“Caranya?”
“Kita bikin selamatan dengan 1 tumpeng saja. Biar dibagi beramai – ramai. Beres kan?”
“Cerdas kamu mas” balas Santi diiringi senyum sinisnya.
Sementara itu dibalik tirai kelambu, Sriani hanya bisa diam mendengar percakapan anak dan menantunya itu sambil menahan air matanya agar tidak jatuh meleleh lebih banyak lagi.
Benar saja, selamatan itu berjalan lancar. Walau tak kurang dari 15 warga yang datang. Namun cukup untuk mengantarkan do’a bagi arwah Sarjito agar tenang di alamnya.
“Keterlaluan mereka. Sudah matipun masih saja ngirit”
“Ah sudahlah… itu hak mereka”.
“Tapi ini kan 1000 harinya. Selamatan terakhir pula. Masak hidangannya Cuma nasi putih dan lalapan plus gorengan tahu tempe?”