Setelah mengambil gambar Arkan bergegas membereskan semua peralatan dan segera menemui Anne.
"Dimana Anne." Mata Arkan tertuju ke seluruh ruangan
"Anne sudah pulang pak ia buru-buru, katanya harus segera melaporkan sertifikatnya."
"Lho apakah sudah diberi sertifikat menjadi presenter hari ini?"
"Sudah pak, karena dia sudah menjelaskan memang akan segera pergi setelah acara ini selesai."
Arkan belum sempat mendapatkan jawaban, bahkan semua pertanyaan belum tersampaikan tetapi Anne sudah meninggalkan Jakarta.
......
"Tidak ada pesan." Arkan sesekali membuka Handphone nya berharap ada kabar dari Naila, nampaknya nomernya sudah di blokir oleh Naila.
Hari-hari Arkan berjalan dengan hambar, tanpa senyum tanpa senja yang menjingga di pelapuk matanya.
Kriiingg ... Kriiing ...
Terpampang nomer baru di Handphone Arkan.
Ia langsung menggeserkan jari ke tombol hijau
"Halo pak Arkan."
"Iya ... Ini siapa ya?"
"Saya Anne pak, bapak sore ini bisa ke Bali tidak?"
"Lho kenapa?"
"Saya dimintai wawancara pak, tentang tim bapak?"
"Penting tidak?"
"Penting pak untuk keperluan nilai saya."
"Maaf saya tidak bisa."
Arkan teringat akan kenangan Bali yang membuatnya sesak tak terobati.
Notif pesan berbunyi
"Pak, mohon bantu saya. Jika bapak tidak kesini nilai praktikum saya hancur pak?"
Pesan dari Anne membuat Arkan berfikir dua kali, apakah ia akan kembali pada tempat yang mengingatkannya akan luka. Ataukah ia akan tetap di Jakarta dengan menggores kecewa untuk Anne.
"Saya sudah di pelabuhan, perkuliahanmu sama dengan Naila tidak?"
Pesan Arkan yang masih centang dua abu-abu belum ada respon dari Anne
Kriiinggg ... Kriiinggg ...
Arkan menggeser jempolnya ke tombol hikau
" Wah bapak beneran ke Bali." Ucap Anne dengan kegirangan
"Iya, aku tidak mau mengecewakanmu."
"Iya pak ... Saya satu kampus dengan Naila, saya tunggu di belakang kampus ya pak."
"Baik." Arkan menutup teleponnya