LATAR BELAKANG
Bangsa Belanda yang menjajah Indonesia dengan waktu yang bisa dibilang cukup lama, yaitu 350 tahun telah memberi dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Saat penjajahan itulah, terjadi benturan antara dua budaya yang berbeda, yaitu budayat Barat dan Timur. Budaya yang saling berlawanan tersebut sangat mencolok, terlebih saat ada pihak yang beralih untuk memilih budaya asalnya. Salah satu dampak penjajahan, yaitu adanya perasaan inferior terhadap bangsa sendiri dan merasa bahwa bangsa Belanda sebagai penjajah adalah bangsa yang superior, memiliki kekuasaan besar dan sangat tinggi.
Bangsa penjajah yang melakukan diskriminasi terhadap bangsa pribumi, membawa efek buruk bagi pribumi itu sendiri. Perasaan-perasaan inferior karena adanya diskriminasi ini akhirnya membuat masyarakat Indonesia bertingkah seperti Belanda, agar dirinya menjadi lebih tinggi dari orang pribumi kebanyakan. Dua budaya yang saling bersinggungan satu sama lain, membuat kegamangan seseorang dalam menentukan identitasnya. Seseorang akan melawan hakikat identitas asalnya dan berusaha menjadi sosok lain yang dirasa lebih baik. Hal inilah yang terjadi pada tokoh Hanafi dalam novel Salah Asuhan.Â
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut, maka penulis mengajukan 2 rumusan masalah, yaitu: (1) Bagaimana unsur intrinsik novel Salah Asuhan? (2) Bagaimana gambaran hibriditas pada tokoh Hanafi dalam novel Salah Asuhan?
ACUAN TEORETIS
Istilah novel berasal dari bahasa latin novellas  yang kemudian diturunkan menjadi novies, yang berarti baru. Secara etimologis, kata "novel" berasal dari novellus  yang berarti baru. Jadi, novel adalah bentuk karya cerita fiksi yang paling baru. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi (fiction) yang muncul belakangan dibandingkan dengan cerita pendek (short story) dan roman.
Postkolonialisme dalam kajian sastra membicarakan bagaimana teks-teks sastra dengan berbagai caranya mengungkapkan jejak-jejak perjumpaan kolonial, yaitu konfrontasi antarras, antarbangsa, dan antarbudaya dalam kondisi hubungan tidak setara, telah membentuk sebagian yang signifikan dari pengalaman manusia sejak awal zaman imperialisme Eropa. Istilah 'postkolonialitas' menunjukkan adanya tanda-tanda dan efek-efek kolonialisme dalam sastra. Dengan kata lain 'postkolonialisme' adalah istilah untuk pendekatan kritis dalam memahami efek-efek kolonialisme yang terus ada di dalam teks-teks, sedangkan 'postkolonialitas' adalah kata yang merujuk ke sifat dan penyebaran efek-efek tersebut.Â
Kajian postkolonial yang meneliti masalah identitas menggunakan pengertian 'hibriditas' sebagai cara untuk mengacu pada interaksi antara bentuk-bentuk budaya berbeda, yang satu saat akan menghasilkan pembentukan budaya-budaya dan identitas-identitas baru dengan sejarah dan perwujudan tekstual sendiri.
Menurut Aschcroft, dalam masyarakat postkolonial, hibriditas muncul sebagai akibat momen kesadaran atas penindasan kultural, yaitu ketika kekuatan kolonial menjajah untuk mengkonsolidasi kontrol politis dan ekonomis, atau ketika pemukim-penjajah menguasai orang-orang pribumi dan memaksa mereka untuk 'berasimilasi' ke dalam pola-pola masyarakat yang baru. Konsep hibriditas membuktikan percampuran kultural dan kemunculan bentuk-bentuk baru identitas.
PENELITIAN RELEVAN