"Kamu harus ikut."
"Basket?"
"Iya biar tinggi, biar kalau ngeliat mading tidak usah jinjit-jinjitan."
Kurang ajar ni anak, ngece banget karena aku pendek.
"Lepaskan dia!" Tiba-tiba ada seorang yang mendekat, itu Radit. Hore! Pangeranku sudah datang, buat ngelawan monster yang kejam ini.
"Oh! Radit." Rades berjalan mendekat ke arah Radit, dan 4 begundal itu mengekor di belakang Rades.
"Prinsa tidak ada hubungannya dengan kamu, lepasin dia."
"Kalau aku mau, Prinsa bisa aku bawa lari sekarang dari kamu. Tapi sayang itu terlalu pengecut. Aku mau pakai cara yang lebih gentle. So, aku tunggu kedatangan kamu besok." Rades melenggang, diikuti geng TM lainnya.
"Prinsa! Jangan lupa. Jadilah putri lapangan esok. Aku tunggu, dan  tidak ada alasan kamu tidak datang besok."
***
Seharian tanda tanya besar yang ada dalam otakku tak bisa aku jawab. Bahkan sampai mentari pagi kembali muncul, Radit tetap tidak mau jujur padaku. Pagi ini jam pelajaran kedua di kelasku adalah olah raga. Aku dan Rinta baru selesai ganti baju, setelah itu langsung bergegas ke lapangan. Katanya Pak Andrew guru olah ragaku sedang ada kepentingan, jadinya kami bebas. Aku dan Rinta berencana main basket bersama. Namun sepertinya niatku akan ku urungkan karena di lapangan ada Rades yang sibuk mendribel bola mengarahkannya ke ring ditemani Herman.