Badanku sudah penat karena seharian bekerja. Lalu malam ini aku masih harus bergelut mencari tambal ban, yang aku sendiripun tak yakin masih buka.
Kalaupun sudah tutup, dengan penuh terpaksa dan berat hati, aku akan mengetuk pintu kayu si bapak dan memelas minta bantuan, pikirku.
Sambil menuntun motor, tanpa terasa bulir bening hangat meluruh ke pipiku. Aku tersedu dalam sunyinya malam.
***
“Kenapa, Mbak?”
“Ban belakang sepertinya bocor, Pak.”
“Wah, ini ban luarnya juga sudah harus ganti. Coba lihat, tipis sekali.”
Aku mendekat. Kuamati ban luarku yang sudah kelihatan serat-seratnya itu. Parah.
“Ditambal ban dalamnya saja, Pak. Sementara saja supaya saya bisa pulang dulu.”
Kurang lebih lima belas hingga dua puluh menit si tukang tambal bekerja. Selepas membayar ongkos, aku berlalu pulang dengan perasaan sedikit tenang.
***