“Ku minum kopinya ya, bung?”
“Ya, silakan..”
Diskusi sore berjalan kian dinamis, setelah Hatta meminta komentar Iwa mengenai suhu politik belakangan ini.
“Pada prinsipnya, aku setuju dengan yang kau sampaikan.” Iwa menimpali analisis Hatta.
“Ku dengar, di Amerika sana pun terjadi hal yang serupa?”
“Oh.. Amerika ya?” Hatta coba berpikir sejenak.
“Betul, bung. Dari sejumlah kabar yang aku dapat, polarisasi politik seperti yang kini dialami bangsa ini, persis dengan yang terjadi di sana..”
“Akibat kekalahan calon Presiden dari partai berhaluan progresif-liberal itu, publik negeri Paman Sam, terbelah dalam dua kelompok. Kubu konservatif, sebagai pengusung ide-ide banal Presiden terpilih. Dan kubu moderat, yang menentang gagasan-gagasan konyol hasil kampanye kelompok lawannya..” ujar Iwa memaparkan argumentasinya.
“Ah.. aku lega, kalau begitu..” tutur Hatta, sembari menghela nafas.
“Lega bagaimana maksudmu, bung?” tanya Iwa keheranan.
“Akhirnya, setelah sekian lama Republik ini tegak. Kondisi sosial-politik kita, hari ini bisa sejajar pula dengan negara adikuasa macam Amerika..”